Sabtu, 05 September 2015

STUDI GENDER DAN HERMENEUTIK FEMINIS

PEREMPUAN DAN AIDS

1.      Pendahuluan
AIDS dikenal sebagai penyakit pertama kali baru pada tahun 1981, ketika sejumlah kecil kasus muncul di Amerika Serikat.[1] Sejak itu pula pengetahuan mengenai AIDS semakin berkembang dengan pesat dan menjadi salah satu agenda penting tidak hanya dikalangan kedokteran, tetapi juga dikalangan politis, agama dan masyarakat luas. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalan tubunya dirusak oleh virus yang di sebut HIV (Human Immunodeficiency virus). HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.[2]



2.      Isi

Berbicara mengenai perempuan dan AIDS tentu tidak terlepas dari tinjauan aspek medis Namun lebih jauh, hal tersebut  dapat pula kita lihat dalam kerangka studi gender yang dapat menolong kita untuk memahami lebih jauh masalah perempuan dan AIDS.
a.      Perspektif Medis
AIDS adalah sebuah penyakit mematikan yang sampai dengan saat ini belum ditemukan vaksin atau obat penawarnya (walaupun akhir-akhir bidang kedokteran telah menemukan dan menciptakan suatu vaksin berbentuk kapsul, namun hasilnya pun belum secara nyata mampu menyembuhkan pasien penderita AIDS). Penyakit ini dapat menyerang siapa saja; laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak, lapisan atas hingga lapisan bawah, tanpa pandang bulu. Dilihat dari persentasi peluang penderita AIDS, perempuan memiliki peluang lebih besar untuk tertular HIV. Dibandingkan laki-laki, perempuan dikatakan 3 sampai 8 kali lebih rentan terhadap penularan HIV. [3] HIV merupakan virus penyebab AIDS yang dapat ditemukan terutama dalam darah, air mani, dan cairan vagina. Dalam berhubungan seks, alat reproduksi perempuan sebagai wadah air mani. Karenanya, bila air mani tersebut mengandung HIV, maka perempuan akan  terjangkit HIV. Perempuan sering tidak menyadari bahwa ia mengidap Penyakit Menular Seksual (AIDS adalah sebuah penyakit menular) atau sering menyadari kehadiran infeksi pada alat reproduksinya. Hal itu terjadi karena infeksi pada perempuan umumnya tersembunyi jauh di mulut rahim. Infeksi disertai luka. Ini juga menjadi jalur masuk bagi HIV saat seorang perempuan berhubungan seks dengan seorang laki-laki yang mengidap HIV. Bisa dilihat, ada beberapa penyebab mengapa perempuan dapat dikatakan rentan terhadap AIDS:
  • Perempuan memiliki peluang lebih besar untuk tertular HIV/AIDS dibandingkan laki-laki tertular oleh perempuan. Selain itu, gejala HIV/AIDS tidak semudah laki-laki mendeteksinya, Karena pada perempuan gejala umum tersembunyi di dalam saluran reproduksinya.
  • Kemampuan perempuan menekan kemungkinan dirinya terkena HIV/AIDS secara langsung berkaitan dengan daya yang dimiliki oleh perempuan, baik dari sudut ekonomi, sosial, informasi yang dimilikinya, maupun pendidikan, dll.  
  • Perbedaan kekuatan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana dibentuk oleh sisitem ekonomi dan sosial budaya yang meletakkan kekuasaan ekonomi ditangan laki-laki. Ini sering berhubungan langsung dengan 'boleh tidaknya' perempuan menentukan pola dan peraturan hubungan seksual dengan pasangannya., kesulitan perempuan meminta laki-laki menggunakan kondom kesulitan mengatasi paksaan atau agresi laki-laki dalam hal seksual, dll.

*      Gejala-gejala penderita AIDS
Seseorang yang terkena HIV/AIDS, maka secara perlahan kekebalan tubuhnya akan menurun. Dengan menurunnya kekebalan tubuh, berbagai penyakit dengan leluasa akan menyerang. Perawatan dan pengobatan yang diberikan pada dasarnya adalah untuk mengendalikan infeksi-infeksi dan penyakit opportunistic yang muncul dan bukan untuk mengobati dari AIDS itu sendiri. Pada dasarnya, perawatan yang diberikan kepada pengidap HIV adalah untuk menjaga agar ia tetap bertahan sehat lebih lama, dan bukan untuk menyembuhkannya dari AIDS itu sendiri. Adapun gejala-gejala yang nampak dari penderita HIV/AIDS yaitu :[4] 
  • Kulit: kekeringan kulit, perubahan warna kulit (menjadi lebih pucat dari biasanya), gatal-gatal atau kelainan kulit, luka terbuka atau benjolan pada kulit.
  • Mulut: lapisan putih atau kehadiran tanda-tanda putih pada mulut, gusi berdarah, rasa sakit, benjolan didalam mulut, sariawan.
  • Pencernaan: naik turunnya berat badan, selera makan menurun, mual, muntah, berubahnya rasa makanan, kesulitan menelan, sakit pada dada ketika menelan, rasa sakit pada bagian perut.
  • Buang air: diare, kesulitan buang air, rasa sakit ketika buang air, pendarahan ketika buang air, kesulitan mengendalikan buang air, perubahan dari biasanya.
  • Pernapasan: napas pendek (waktu istirahat, waktu berjalan atau waktu selepas olahraga), batuk-batuk, sulit bernapas, rasa sakit pada dada.
  • Syaraf: pusing, leher kaku, hilangnya rasa pada tangan atau kaki,, hilangnya keseimbangan tubuh, bingung atau menurunnya kemampuan mengingat, sulit berkonsentrasi, bicara menjadi tidak jelas, perubahan dalam kemampuan melihat, peka cahaya, gemetar atau kejang, kelelahan, kesedihan atau depresi mendalam.

*      Penularan  HIV/AIDS
Penularan HIV dapat melalui :[5]
§  Hubungan seksual
§ Transfusi darah; pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi/alat-alat kesehatan yang sudah tercemar virus HIV, pisau cukur yang diapaki secara bergantian dan sisir
§  Melalui ibu yang terjangkit virus HIV ke anak, selama masa kehamilan, persalinan, dan menyusui.
*      Pencegahan
Penderita AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan pesat. Sampai dengan saat ini, AIDS memang penyakit berbahaya yang dapat menimpa siapa saja dan sejauh ini belum ditemukan vaksin yang benar-benar mampu menyembuhkan mereka yang menderita AIDS, namun kita dapat mencegah supaya penyakit tersebut jangan sampai menimpa diri kita atau keluarga kita dan masyarakat umum. Ada tiga cara yang dapat dilakukan agar HIV tidak menular pada kita maupun orang lain yang dikenal dengan prinsip ABC:[6]
  • Abstinence, yakni puasa tidak melakukan hubungan seks
  • Be Faithful, yakni tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangan
  • Condom. Apabila kedua cara di atas sulit dilakukan, maka melakukan seks aman dengan menggunkanan kodom.[7]
b.      Perspektif Gender
Penggunaan perspektif gender untuk melihat persoalan HIV/AIDS kian hari kian disadari pentingnya. Kenyataan ini muncul dari fakta yang secara gamblang menujukan bagaimana infeksi virus berbahaya ini dikalangan perempuan meningkat dengan pesat. Namun pertanyaan yang paling mendasar adalah apa yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS?  Sejauh ini faktor utama yang mempengaruhi kerentanan perempuan tertular HIV selain faktor biologis adalah faktor sosial-ekonomi.[8]
            Sebetulnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk melindungi perempuan dari infeksi HIV. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain menerapkan uji saring darah untuk transfusi dan penyuluhan kesehatan mengenai HIV/AIDS. Namun sayangnya, untuk jutaan perempuan, layanan-layanan tersebut sulit dijangkau. Hal ini terutama disebabkan masih besarnya ketergantungan ekonomis perempuan terhadap laki-laki yang pada ujungnya menyebabkan posisi tawar perempuan sangat rendah dihadapan laki-laki.
            Ketakutan ditinggal suami, yang berarti kehilangan tempat bergantung, menyebabkan perempuan tidak berdaya untuk ikut menentukan kapan dan bagaimana hubungan seksual yang aman. Apalagi untuk mengontrol resiko tertular HIV. Masih berkaitan dengan masalah ekonomi, dalam masa krisis seperti sekarang ini, pelacuran merupakan kondisi berikutnya yang makin menyulitkan perempuan untuk melindungi dirinya dari infeksi HIV. Banyak perempuan miskin yang jatuh dalam prostitusi karena ingin memenuhi kebutuhan keluarga.
Di masyarakat kita pada umumnya berlaku standar ganda : perempuan yang tidak setia terhadap pasangannya dianggap memiliki perilaku menyimpang, sementara seorang laki-laki dianggap wajar mempunyai wanita lain. Hal ini menyebabkan seorang istri hampir-hampir tidak memiki daya kontrol terhadap perilaku seksual suaminya  diluar rumah.[9]  
Selain faktor ekonomi, kerentanan perempuan terhadap HIV juga disebabkan karena banyak perempuan yang pengetahuan dasarnya tentang HIV sangat minim yang disebabkan keterbatasan sistem informasi. Hal ini tidak terlepas dari akibat adanya pembagian peran yang timpang dalam masyarakat. Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan sangat dipengaruhi oleh stereotype yang ada dimasyarakat. Pandangan umum atau stereotipe yang berlaku selama ini melihat  Perempuan sebagai makhluk yang lemah, lembut, emosional dan pasif, oleh karena itu tugas perempuan hanya terbatas pada sektor domestik atau “terkotak” pada ranah rumah tangga. Sementara laki-laki digambarkan sebagai makhluk yang kuat, perkasa, rasional, dan aktif  dan karena itu laki-laki diberikan peran yang lebih besar dari perempuan yaitu pada sektor publik. Oleh karena peren perempuan hanya pada lingkup domestik, maka perempuan tidak memiliki akses yang kuat mengenai penyakit HIV. Perempuan menjadi makhluk yang terbelakang dalam memperoleh informasi dibandingkan laki-laki. dalam pelayanan kesehatanpun nampak adanya bias gender, di mana subordinasi perempuan dalam dunia kesehatan ditandai oleh dominasi yang berlapis-lapis antara dokter-yang hamper selalu dicitrai laki-laki dengan perawat-yang dicitrakan sebagai perempuan-atau antara para medis dengan pasien yang secara structural menunjukan hubungan yang tidak seimbang. Institusi kedokteran hampir didominasi oleh laki-laki yang tentu saja akan mempengaruhi cara perempuan (pasien) ditempatkan.[10]

3.      Penutup
            Hal-hal di atas sesungguhnya merupakan refleksi dari struktur sosial yang timpang yang menempatkan perempuan sebagai subordinat. Sebagai contoh, karena posisi perempuan yang subordinat, menyebabkan perempuan berada pada posisi di mana ia tidak mampu melarang suaminya untuk tidak melakukan hubungan seks dengan perempuan lain, atau meminta suaminya memakai kondom pada saat berhubungan seks bila tahu suaminya telah terkena penyakit kelamin. Disamping itu, karena kedudukannya, perempuan juga tidak memiliki akses terhadap informasi-informasi yang ada termasuk informasi tentang penyakit AIDS maupun penyakit menular seks lainnya (terutama perempuan-perempuan yang berada di pedesaan atau kota-kota kecil). Jadi kerentanan perempuan tertular HIV/AIDS kurang lebih disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor biologis dan faktor sosial-ekonomi. Kedua faktor utama ini telah menolong kita untuk melihat masalah perempuan dan AIDS sebagai suatu masalah yang juga disebabkan adanya ketimpangan gender yang dialami perempuan dalam masyarakat.


Daftar Pustaka :
1.      Weber, Jonathan & Ferryman, Annabel, Aids & Anda , Jakarta: Arcan, 1996.
2.      Djoerban, Zubairi, Membidik AIDS,Yogyakarta: Galang Press, 1999.
3.  _____________, Perkembangan Mutakhir AIDS: Benarkah AIDS Dapat Disembuhkan? Jakarta: FKUI, 1996.
4.      Abdullah, Irwan, Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan, Yogyakarta: Tarawang Press, 2001.
5.   Andrews, HIV Infection: Virus Information Exchange Newsletter, Boston: National Academy Press, 1989.
  1.    http://www.aidsindonesia.or.id





[1] Jonathan Weber & Annabel Ferryman, Aids & Anda (Jakarta: Arcan, 1996), hal. 3.
[2] Zubairi Djoerban, Membidik AIDS (Yogyakarta: Galang Press, 1999), hal. 11.
[4] Ibid.
[5] Zubairi…hal. 11
[6] Ibid. hal 12.
[7] Pelindung karet yang dipasang ketat pada penis dan untuk menampung air mani.
[8] Zubairi,…ha191.
[9] Zubairi…hal.192.
[10] Irwan Abdullah, Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan (Yogyakarta: Tarawang Press, 2001), hal. 85. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.