Rabu, 13 April 2016

Bahan PA Komper GKS 2016



Bahan Pemahaman Alkitab

Komisi Perempuan Gereja Kristen Sumba 2016
Oleh Iston Umbu Kura Lena, S. Si-Teol


 

Tema   Mengasihi Anak-Anak Dengan Adil
Bahan Kejadian 25:28
Tujuan: Anggota Jemaat dapat memahami dan menghayati hidup dengan menyatakan kasih secara adil terhadap anak-anak  

1.      Pertanyaan diskusi
a.      Apa kesan anda ketika membaca Kej 25:28!
b.      Mengapa Ishak sayang kepada Esau sedangkan Ribka kasih kepada Yakub?
c.      Berikan pendapat anda mengenai sikap Ishak dan Ribka dalam membesarkan ke dua anak mereka!

2.     Pendalaman Materi
Kej 25:28 dengan jelas memberikan gambaran kepada kita bagaimana sikap orang tua yang “pilih kasih” atau berlaku “tidak adil” terhadap anak-anak mereka; dalam hal ini diceritakan bahwa Ishak sayang kepada Esau sedangkan Ribka istrinya lebih kasih kepada Yakub. Pertanyaannya adalah mengapa penulis kitab Kejadian menceritakan ketidakadilan yang terjadi di keluarga tersebut? Teladan apa yang dapat kita ambil dari sikap orang tua yang seperti itu? Untuk memahami apa sesungguhnya pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kitab kejadian tersebut, maka kita perlu membaca secara utuh Kejadian 25:19-34 melalui tafsiran berikut ini.

Pada ayat 19 dengan jelas kita ketahui bahwa Ishak adalah anak dari Abraham. Abraham sangat mengasihi Ishak dibandingkan anak-anaknya yang lain (bc Kej 22:2 bnd Kej 25:1-6). Sikap Abraham tersebut lalu menurun pada Ishak dikemudian hari dimana Ishak juga berlaku tidak adil terhadap anak-anaknya.

Ayat 20-21 menceritakan bahwa Ishak mengambil Ribka, anak Betuel, orang Aram dari Padan-Aram, saudara perempuan Laban untuk menjadi istrinya. Tetapi perempuan itu mandul sehingga Ishak berdoa kepada Tuhan supaya istrinya dapat memberikan keturunan kepadanya. Doa tersebut lalu dijawab oleh Tuhan sehingga istrinya mengandung.  

Ayat 22-27 menceritakan tentang Ribka mengandung anak kembar bagi Ishak dan bagaimana ia meminta petunjuk kepada Tuhan oleh karena anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam rahimnya. Lagi-lagi penulis kitab Kejadian dengan tegas menyatakan bahwa Firman Tuhan bersabda:
·         Ada dua bangsa dalam kandunganmu;
·         Dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu;
·         Suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain;
·         Anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.

Anak yang tua tersebut adalah Esau sedangkan adiknya bernama Yakub. Meskipun kembar, ciri serta sikap mereka sangat berbeda. Esau memiliki kulit berwarna merah dan seluruh tubuhnya seperti jubah berbulu atau berbulu lebat karena itu dinamakan Esau. Sebaliknya Yakub justru berkulit bersih dan pembawaanya lebih tenang. Ketika beranjak dewasa Esau menjadi seorang yang pandai berburu oleh karena itu ia lebih memilih untuk tinggal di Padang sedangkan Yakub adiknya justru lebih memilih untuk tinggal di kemah membantu ibunya. Hal inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa Ribka lebih mengasihi Yakub dibandingkan Esau.  

Ayat 28 memberikan tambahan penjelasan alasan Ishak lebih mengasihi Esau oleh karena Ishak suka makan daging buruan sedangkan Ribka mengasihi Yakub karena kesehariannya Yakub lebih banyak membantu pekerjaannya di kemah. Ayat ini dengan tegas pula menunjukan ketidakadilan orang tua dalam hal ini Ishak dan Ribka dalam membesarkan anak-anak mereka.

Ayat 29-34 menceritakan bagaimana sikap Esau yang memandang rendah hak kesulungan sedangkan Yakub justru menginginkan hak kesulungan tersebut. Apa sesungguhnya keistimewaan dari hak kesulungan tersebut? Yaitu berkat. Pada jaman dahulu seorang ayah akan memberikan berkat kepada anak sulungnya sebagai penerus keturunan (berkat tersebut dikaitkan dengan perjanjian antara Allah dengan Abraham; yaitu untuk menjadi bangsa yang besar). Rasa lapar sehabis berburu di padang mendorong Esau menjual hak kesulungannya kepada Yakub dengan makanan yang pada waktu itu dibuat oleh Yakub. Sikap Esau dan Yakub yang bertolak belakang tersebut tentu tidak terlepas dari sikap orang tua yang berlaku tidak adil dalam membesarkan anak-anaknya. Lalu apa dampak yang ditimbulkan dari sikap tersebut? Ketika tiba waktunya bagi Ishak untuk memberkati Esau sebagai anak sulung, berkat tersebut justru akhirnya jatuh ke Yakub (bc. Kej 27:27-29). Ishak salah memberikan berkat kesulungan yang seharusnya diterima oleh Esau namun ia justru memberikan hak kesulungan tersebut kepada Yakub. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari peran Ribka yang menolong Yakub sehingga ia mendapat berkat tersebut (Kej 27:5-17). Dengan kebohongan yang ia ajarkan kepada Yakub pada akhirnya Yakub dapat memperoleh berkat dari Ishak ayahnya meskipun sesungguhnya hal tersebut pantas ia dapatkan karena Esau kakaknya telah menjual hak kesulungan tersebut.

Menjawab pertanyaan sebelumnya mengapa penulis kitab kejadian menceritakan kisah ini kepada kita dan teladan apa yang dapat kita ambil dari kisah tersebut yaitu :

1. Penulis kitab ingin mengatakan bahwa : Allah memakai setiap orang tua untuk menyatakan kehendakNya. Meskipun manusia berlaku tidak adil dalam menyatakan kasih, namun tidak menghalangi rencana Allah yaitu untuk memberkati Yakub sebab Allah berkenan atas hidup Yakub, dimana Yakub menjadi leluhur Israel, umat pilihan Allah. Dalam hal ini sekalipun Ishak lebih sayang kepada Esau (meskipun orang tua berlaku tidak adil terhadap anak-anaknya) namun Allah tetap memakai Ishak untuk mewujudkan kehendakNya yaitu menjadikan Yakub sebagai bangsa yang besar (Kej 25:23). Hal ini tentu tidak terlepas dari peran Ribka pula sebagai seorang ibu yang dipakai Allah menjadi alat bagi pemenuhan berkat tersebut. Tanpa peran dari Ribka, belum tentu Yakub dapat memperoleh berkat dari ayahnya. Dengan kata lain pesan yang mau disampaikan ayat 28 ini adalah bahwa setiap orang tua memiliki tugas dan perannya dalam melakukan kehendak Tuhan untuk anak-anaknya sehingga orang tua harus berlaku adil terhadap anak-anaknya.

2. Teladan yang dapat kita ambil yaitu agar orang tua selalu bersikap penuh kasih terhadap anak-anaknya tanpa membeda-bedakan karena Allahpun berlaku adil terhadap manusia dala m menyatakan kasih-Nya itu.  

3.      Aplikasi
Dalam menjalani kehidupan sebagai orang tua, seringkali kita lupa bahwa kita dipakai Allah untuk menyatakan kehendakNya kepada anak-anak kita. Dalam hal ini yaitu menyatakan kasih secara adil terhadap anak-anak kita sehingga anak-anak tumbuh dan berkembang dalam keharmonisan. Kenyataan yang seringkali kita jumpai justru orang tua berlaku tidak adil terhadap anak-anak. Misalnya seorang ayah biasanya lebih sayang kepada anak perempuan atau anak sulung dibandingkan anak laki-lakinya atau anak bungsu sedangkan sang ibu lebih sayang kepada anak laki-laki atau anak bungsu dibandingkan anak perempuannya. Pada akhirnya anak perempuan lebih dekat terhadap ayahnya sedangkan anak laki-laki lebih dekat kepada ibunya. Hal ini tentu saja akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat bagi perkembangan anak-anak oleh karena itu sudah seharusnyalah orang tua berlaku adil terhadap anak-anaknya. Ketika orang tua dapat menyatakan kasih secara adil terhadap anak-anaknya tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain, maka disitulah kita memberitakan kasih Allah yang adil bagi ciptaan-Nya.   

KHOTBAH YANG KREATIF
Oleh Vic. Iston Umbu Kura Lena, S. Si-Teol


Sebuah pertanyaan dan perenungan bagi kita sekalian, khususnya sebagai Majelis Jemaat adalah : Mengapa Khotbah Harus Kreatif dan Bagaimana Berkhotbah dengan Kreatif? Salah satu faktor pendukung bagi pertumbuhan Gereja adalah melalui khotbah. Gereja hidup, tumbuh dan bersemi oleh Firman Allah yang di sampaikan melalui khotbah. Tanpa hal itu maka gereja menjadi kering dan mati. Namun di tengah dunia yang saat ini serba modern, di mana khotbah tidak lagi dibatasi hanya di perdengarkan di gereja saja atau dalam kebaktian-kebaktian gerejawi, tetapi juga dapat di saksikan atau di dengarkan melalui televisi atau radio, maka bagi sebagian orang merasa pergi ke gereja hanyalah buang-buang waktu saja, toh khotbah dapat di dengar di mana saja. Di tambah lagi khotbah yang di sampaikan di gereja seringkali dirasa kurang menarik, maka sebagian orang lebih memilih untuk tidak datang ke gereja. Apa yang terjadi jika orang Kristen semuanya berpikir demikian? Maka gereja kehilangan warga jemaatnya. Yah itu mungkin hanya pandangan sebagian orang saja. Tetapi satu hal yang pasti bahwa jemaat membutuhkan “siraman” rohani melalui khotbah. Seperti tanaman yang membutuhkan air dan cahaya untuk dapat hidup, maka gereja pun membutuhkan pengkhotbah-pengkhotbah yang kreatif sehingga jemaat Tuhan dapat terus tumbuh dan berkembang, tidak hanya dari segi kuantitatif atau jumlah semata tetapi juga dari segi kualitasnya. Dalam hal ini para pelayan Tuhan, yaitu Majelis Jemaat diharapkan dapat menyampaikan “Khotbah”yang kreatif sehingga anggota jemaat terus “disegarkan” melalui pemberitaan Firman Tuhan tersebut. Semoga pembekalan majelis jemaat saat ini, mampu menolong kita semua menjadi pengkhotbah-pengkhotbah yang kreatif.


             Berkhotbah tidak sekedar menyampaikan Firman Tuhan semata tetapi bagaimana khotbah yang disampaikan itu dapat membangun warga jemaat sehingga mereka dapat mengerti dan mau melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka sehari-hari. John Stott akan menolong kita untuk memahami khotbah Kristen itu seperti apa sehingga kita dapat menyusun khotbah yang kreatif tanpa menghilangkan pesan Firman Tuhan yang mau disampaikan. John Stott dalam bukunya berjudul “The Living Church” memberikan ciri-ciri khotbah Kristen yang autentik, yang pada pandangan pertama tampaknya bertentangan satu sama lain, tetapi sebenarnya saling melengkapi satu dengan yang lain.[1]


1.    Alkitabiah sekaligus Kontemporer (melihat dunia masa kini)


Alkitabiah sekaligus Kontemporer artinya menghubungkan teks kuno dengan konteks modern/ konteks masa kini. Khotbah merupakan penguraian Kitab Suci yang berkaitan dengan dunia di mana kita tinggal. Khotbah harus ada relevansi dengan dunia masa kini.


     KITAB SUCI - KEBUDAYAAN YANG TERUS BERUBAH (2000 THN YG LALU) - DUNIA MASA KINI.


2.    Otoritatif sekaligus Tentatif.


Otoritatif sekaligus Tentantif artinya mampu membedakan antara firman yang tidak dapat salah dengan penafsiran yang dapat salah. Dalam hal ini khotbah meskipun mengandung dogma/ ajaran kristen tetapi juga berisikan hal-hal yang tidak mampu dijelaskan oleh manusia. Karena Allah belum menyingkapkan segala hal: Dia sengaja menyimpan beberapa hal agar tetap menjadi rahasia. “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya (Ul 29:29; bdk 2 Petrus 3:15-16). Calvin menulis: “Saya akan menyatakan pandangan saya dengan bebas, tetapi masing-masing harus membentuk keputusannya sendiri.” Tidak mudah memahami Firman yang tak dapat salah dan penafsiran yang dapat salah.


KHOTBAH - MEMBAWA ORANG - KITAB SUCI


3.   Profetis sekaligus Pastoral.


Profetis sekaligus Pastoral artinya memadukan kesetiaan dengan kelemahlembutan. Khotbah meskipun berisikan Firman Tuhan yang penuh dengan kecaman, tetapi di sisi yang lain khotbah juga harus memiliki pesan pastoral yang membangun warga jemaatnya. Khotbah yang bersifat Profetis, ketika diperhadapkan dengan dilema yang dialami oleh rasul Paulus “Haruskah aku datang kepadamu dengan cambuk atau dengan kasih dan dengan hati yang lemah lembut?” (1 Kor 4:21), maka mereka akan memilih datang dengan cambuk. Sebaliknya mereka yang berkhotbah dengan lebih menekankan sisi Pastoral, kata-kata favorit mereka adalah “toleransi” dan belas kasih.” Misalnya mereka ingat bahwa Yesus tidak menghukum wanita yang tertangkap basah berbuat zinah; demikianlah mereka berusaha untuk tidak menghakimi dalam menyampaikan khotbah. Namun, mereka lupa bahwa Yesus juga mengatakan kepada wanita pezinah itu untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi (Yoh. 8:1-11). Jadi khotbah tidak hanya berisi kecaman tetapi juga ajakan untuk membangun sehingga khotbah bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi pendengar tetapi juga mampu melegakan jiwa yang sesak.


MENGGOYANG MEREKA YANG MAPAN + MENENANGKAN MEREKA YANG TERGUNCANG = KHOTBAH


4.   Karunia sekaligus keahlian yang Dipelajari.


Karunia sekaligus keahlian yang Dipelajari artinya memerlukan anugrah ilahi dan disiplin diri sang pengkhotbah. Timotius adalah salah satu contoh orang yang menerima karunia “cakap mengajar” (bc. 1 Tim 4:14 dan 1 Tim 3:2). Dilain pihak, panggilah ilahi, karunia dan pengurapan tidaklah cukup. Karunia haruslah dipupuk dan dikembangkan oleh mereka yang menerimanya. Demikian hal nya juga yang terjadi terhadap Timotius dimana ia disemangati dan didorong untuk tidak melalaikan karunianya, malahan harus mengobarkannya (2 Tim 1:6).


REFLEKSI + BERPIKIR = KHOTBAH



5.    Pemikiran Mendalam sekaligus Penuh Perasaan.


Pemikiran Mendalam sekaligus Penuh Perasaan artinya membiarkan hati menyala saat Kristus membuka makna Kitab Suci bagi kita namun disisi yang lain penuh perasaan sehingga menyadarkan orang lain. Budi dan emosi keduanya terlibat; pemikiran yang jernih dan perasaan yang mendalam digabungkan.


 AKAL BUDI +  PERASAAN YANG MENYENTUH HATI = KHOTBAH


Setelah memahami ciri-ciri khotbah Kristen yang autentik tersebut, barulah kita dapat menyusun kerangka khotbah yang sistematis. Ibaratnya sebelum seorang tukang jahit menjahit pakaian pelanggannya, tentu ia terlebih dahulu melihat siapa pelanggannya, lalu mengukurnya berdasarkan ciri-cirinya, baru sesudah itu ia dapat membuat pakaian yang”sesuai” dengan yang dibutuhkan oleh pelanggan tersebut. Demikian juga hal nya dalam berkhotbah. Setelah kita mengetahui siapa pendengar khotbah kita dan mampu mengenal ciri-ciri khotbah Kristen, barulah kita dapat menyusun kerangka khotbah yang baik.  


Adapun kerangka berkhotbah terdiri dari :


PENDAHULUAN
ISI
PENUTUP


    
(BAHAN PEMBEKALAN MAJELIS JEMAAT GKS PONDOK

KAPALAS, 25 MARET 2015)








[1] John Stott, The Living Church (PT. BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 89-104.