Selasa, 23 Juni 2020

ALLAH MENGUTUS MUSA (KEL 2:23-4:17)

Renungan Harian, Rabu 19 Juli 2017 | Radio Suara Wajar 96.8 FM



Keluaran 2:23-4:17 secara garis besar dapat kita bagi ke dalam beberapa pokok penting yaitu :
1.          2 : 23-25                        : Allah melihat dan memperhatikan penderitaan yang dialami umatNya di Mesir.
2.          3 : 1-10                          : Allah mengutus Musa menjadi alatNya untuk membawa umat Israel keluar dari Mesir.
3.          3 : 11,13;4:1,10,13        : Musa berusaha menolak atau mengelak panggilan Allah tersebut.
4.          3 :12,14-22; 4:2-9,11-12, 14-17              : Allah meneguhkan Musa.

                Kisah ini diawali dengan penjelasan bahwa sesudah raja Mesir mati, kehidupan umat Israel masih saja ada dalam perbudakan. Karena itu mereka berseru kepada Allah dan Allah mendengar seruan mereka. Dari semak duri Allah berfirman bahwa Dia mengetahui penderitaan umat-Nya. Allah akan melepaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir dan akan menuntun mereka ke negri yang lebih baik dan luas, yaitu negri yang berlimpah susu dan madu, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Lalu apa yang diperbuat Allah? Dia lalu memanggil Musa untuk menjadi alatNya membawa dan menuntun umat Israel keluar dari tanah Mesir. Tetapi Musa berusaha menolak atau mengelak dari panggilan itu dengan berbagai macam alasan (mis. bahwa dia tidak pantas untuk mengemban tugas tersebut; bahwa orang-orang Israel, khususnya tua-tua Israel pasti tidak akan mempercayai dia; bahwa dia memiliki keterbatasan atau kekurangan yaitu tidak pandai bicara dsb). Allahpun meneguhkan Musa dengan :

1.    Memberi tanda (3:12); di satu pihak Musa yang membutuhkan tanda yang menguatkan pemanggilannya dan menjamin bahwa Tuhan akan menyertai dia dan pada kesempatan itu tanda itu berupa semak duri yang menyala tetapi tidak dimakan api (Bdkn. 1 Sam 10:1-19; Hakim 6:17-24, sebagai tanda yang menguatkan pemanggilan seorang hamba Tuhan). Di pihak lain, suatu tanda dapat menjamin bahwa ancaman atau janji yang sudah diucapkan akan dipenuhi. Dan benar bahwa dikemudian hari umat Israel menyembah Allah di gunung Horeb atau yang dikenal dengan gunung Sinai.

2.     Allah memperkenalkan diriNya : AKU ADALAH AKU yang menunjuk pada kuasa, kesetiaan dan kehadiran Allah (3:14) (Absolutisme Allah; bahwa Ia tidak bersex/gender, tidak terikat pada batasan-batasan kemanusian; Ia tidak terjangkau oleh pikiran manusia akan tetapi Ia sungguh ada).

3.      Tanda lainnya : tongkat yang menjadi ular, lalu menjadi tongkat lagi sesudah dipegang Musa (Ular itu menakutkan, sama seperti kuasa Firman Tuhan. Tuhan lebih kuat dan berkuasa dari Firaun serta dewa-dewanya, sebab itu para tua-tua Israel dapat percaya bahwa Tuhan menampakkan diri kepada Musa dan dia akan menang dalam perselisihan dengan Firaun), tangan Musa yang kena kusta lalu menjadi pulih kembali (tangan Musa yang kena kusta berarti bahwa dia serta umat Israel yang diwakilinya tidak murni, bahkan penuh dengan dosa. Tangan yang pulih kembali memperlihatkan kasih karunia Tuhan kepada mereka. Dialah yang mengampuni kesalahan dan menyembuhkan penyakit mereka) dan air sungai Nil yang menjadi darah (sungai Nil adalah sumber kehidupan orang-orang Mesir, maka air sungai yang berubah menjadi darah itu memperlihatkan secara simbolis bahwa hukuman Tuhan akan menimpa mereka (4:1-9).

4.        Menyertai lidah Musa dan mengajarkan kepadanya yang harus dikatakannya (4:12).

              Berkali-kali Musa berusaha menolak atau mengelak dari panggilan tersebut namun berkali-kali pula Allah kembali meneguhkan dia agar menuruti perintah Allah. Hingga akhirnya bangkitlah murka Allah kepada Musa oleh karena Musa terus saja mengelak dari panggilan tersebut. Bukankah terkadang kita berkelakukan seperti Musa? Berusaha mengelak atau menolak panggilan Allah untuk melayani Dia melalui pelayanan kepada sesama kita? Dengan dalih bahwa kita adalah orang yang tidak sempurna, orang yang tidak layak di hadapan Tuhan, orang yang penuh keterbatasan dsb lalu kita jadikan itu sebagai salah satu alasan untuk kita menolak panggilan dan perutusan Tuhan dalam kehidupan kita. Ingatlah bahwa Allah menciptakaan kita untuk suatu tujuan, yaitu melakukan pekerjaan Allah di tengah dunia ini dan sebagai anak-anakNya, kita perlu meresponi panggilan dan perutusan Allah itu yang datang dalam kehidupan kita. Panggilan dan perutusan Allah adalah anugrah yang harus kita syukuri dalam hidup ini, karena itu marilah kita menyambutnya dengan penuh syukur. Efesus 2:10 bersabda    “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Tuhan memberkati.


Liturgi Ibadah


1.       Sapaan Majelis jemaat
2.       Nyanyian Pembukaan KJ 355 : 1-3 “Yesus Memanggil”
3.       Votum + Salam : Kebaktian rumah tangga saat ini biarlah jadi dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus.
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal, turunlah atas kita sekalian,” Amin.
4.       Nyanyian respon KJ 33 : 1 “SuaraMu Kudengar”
5.       Doa pelayanan Firman Tuhan
6.       Pembacaan Alkitab Rumah Tangga : Kel 2:23-4:17

  Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Ada sebuah lagu yang cukup populer bahkan sering dinyanyikan, tidak hanya oleh umat kristiani namun juga oleh umat non Kristen. Lagu ini berjudul : “Hidup Ini Adalah Kesempatan,” dimana refreinnya berkata :
Oh Tuhan, pakailah hidupku, selagi aku masih hidup.
Bila saatnya nanti, ku tak berdaya lagi.
Hidup ini sudah jadi berkat.

Melalui pujian ini, kita diingatkan bahwa hidup adalah sebuah kesempatan; kesempatan untuk melayani Tuhan melalui pelayanan kepada sesama. Namun jika kita mau jujur, ketika kesempatan itu datang pada diri kita, apakah kita mau meresponi panggilan Tuhan itu? Ataukah dengan berbagai alasan kita lalu menolak panggilan tersebut dikarenakan kita ini manusia yang terbatas, pribadi yang penuh dosa dan lain sebagainya!!!!

  Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Firman Tuhan hari ini berbicara tentang panggilan dan perutusan Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Sebab di Mesir bangsa Israel mengalami perbudakan dan penindasan yang membuat hidup mereka menderita. Seruan penderitaan umat Israel sampai di hadapan Allah dan Allah mendengar seruan mereka. Karena itu Allah lalu memanggil Musa yang pada waktu itu sedang mengembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, imam di Midian di gunung Horeb (Kel 2:18 disebutkan nama Rehuel, yang dikemudian hari menjadi ayah mertua Musa. Rehuel sesungguhnya adalah nama marga, karena itu di ay. 21 disebut Rehuellah Zipora yang artinya Zipora dari marga Rehuel. Jadi nama ayah mertua Musa adalah Yitro dan Rehuel adalah nama marga mertuanya). Allah menampakkan diri kepada Musa dalam nyala api dari semak duri atau belukar. Allah kemudian memperkenalkan diri kepada Musa dan memberi mandat (perutusan) kepada Musa untuk membawa dan menuntun umat Israel keluar dari tanah Mesir. Apa respon Musa pada saat itu? Musa berusaha mengelak dan menolak panggilan dan perutusan yang datang kepadanya dengan berbagai macam alasan yang dikemukakan, bahwa ia ini bukanlah siapa-siapa hanya seorang gembala, tidak pandai bicara (memiliki kekurangan) dsb. Allahpun meneguhkan Musa agar ia tidak menolak atau mengelak dari panggilan tersebut dengan berbagai macam tanda. Akan tetapi Musa tetap berusaha mengelak dan menolak panggilan Allah tersebut sehingga bangkitlah murka Allah kepadanya. Lalu Allah mengingatkan Musa bahwa Ia akan menyertai Musa dalam tugas dan perutusan tersebut. Salah satunya melalui kehadiran Lewi kakak Musa yang akan mendampingi Musa dalam menjalankan tugas dan perutusan tersebut. Demikianlah kita melihat bahwa Allah memanggil dan mengutus Musa untuk membawa dan menuntun umat Israel keluar dari tanah Mesir menuju tanah atau negri yang berlimpah susu dan madu, sebab Allah telah memperhatikan kesengsaraan umatNya.

        Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
Panggilan dan perutusan untuk melayani Tuhan melalui pelayanan kepada sesama tidak hanya datang kepada Musa, melainkan juga kepada kita saat ini. Melayani Tuhan melalui pelayanan kepada sesama dapat kita lakukan dimana saja, kepada siapa saja dan dalam situasi apapun. Terutama saat ini, ketika kita sedang menyongsong peringatan HUT GKS Puu Naga yang ke 2 sebagai gereja Tuhan yang mandiri dan dewasa sejak dimekarkan dari GKS Waikabubak pada tanggal 29 Juni 2018, kitapun dipanggil untuk melayani Tuhan dengan talenta kita masing-masing. Apakah kita akan menyambut panggilan Tuhan itu dengan penuh syukur dan sukacita ataukah kita justru menolak panggilan itu dengan berbagai macam alasan yang kita kemukakan? Bahkan lebih parah lagi jika kita meninggalkan pelayanan yang sudah Tuhan percayakan. Ingatlah pesan Firman Tuhan dalam Efesus 2:10 bersabda “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Tuhan memberkati.

7.       Persembahan diiringi KJ 450 : 1 “Hidup Kita Yang Benar”
8.       Doa syukur (persembahan) dan syafaat.
9.       Nyanyian penutup  KJ 338 : 1 & 4 “Marilah, Marilah, Hai Saudara”
10.   Berkat : “Semoga Allah pencipta langit dan bumi serta segala isinya, dalam iman kepada Yesus Kristus Sang Juruslamat dunia serta dalam tuntunan Roh-Nya yang Kudus, memberkati dan meneguhkan kita  semua, amin                                                       (pemimpin dan jemaat menyanyikan lagu : Amin, amin, amin)


Bahan PART GKS Jemaat Puu Naga
Rabu-Jumat, 24-26 Juni 2020
Oleh Pdt. Iston U.K. Lena, S.Si-Teol

MENEGAKKAN KEADILAN DI TENGAH KETIDAKDILAN (KEL 2:11-22)


Moses defending the daughters of Jethro at the Well by Eugène ...


             Menurut KBBI, adil artinya 1. Sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: 2 berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; 3 sepatutnya; tidak sewenang-wenang: sedangkan keadilan artinya : sifat (perbuatan, perlakuan, dan sebagainya) yang adil. Dalam kehidupan sehari-hari bukankah kita seringkali melihat sesama kita yang mengalami ketidakadilan? Apa yang kita lakukan ketika kita melihat ketidakadilan terjadi di sekitar kita? Mari kita belajar dari perikop bacaan kita hari ini.

            Dikatakan bahwa sesudah Musa dewasa, ia keluar dari istana untuk pergi “melihat” (dalam artian melihat secara teliti) saudara-saudaranya yang mengalami kerja paksa atau rodi. Lalu ia mendapati seorang Mesir memukul orang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya. Di sini kita melihat bahwa Musa tidak melupakan asal usulnya sebagai orang Ibrani meskipun ia tumbuh dan besar di lingkungan istana Mesir. Musapun membunuh orang Mesir tersebut dan menguburkannya secara diam-diam. Namun apa yang dilakukan Musa terhadap orang Mesir tersebut ketahuan juga oleh saudara-saudaranya dan juga oleh raja Firaun sehingga Musapun akhirnya melarikan diri ke Midian (letaknya di sebelah selatan negri Edom dan di sebalah timur Teluk Akaba). Sesampainya di Midian, lagi-lagi Musa melihat ketidakdilan yang dialami orang lain. Hal ini terjadi ketika anak-anak perempuan seorang imam di Midian yaitu Rehual (namanya berarti sahabat Allah) diusir oleh beberapa gembala pada saat perempuan-perempuan itu menimba air dan mengisi palungan-palungannya untuk memberi minum domba-domba ayah mereka. Musapun bangkit menolong perempuan-perempuan itu dan memberi minum ternak mereka. Perbuatan Musa ini pun akhirnya sampai ke telinga Rehuellah dan ia lalu mengajak Musa tinggal di rumahnya bahkan memberi anak perempuannya Zipora menjadi istri Musa. Musapun akhirnya tinggal di Midian dan lahirlah bagi dia seorang anak laki-laki yang diberi nama Gersom, sebab katanya : “Aku telah menjadi seorang pendatang di negri asing.”

               Bagaimana sikap Musa dalam kedua peristiwa di atas? Pertama, ia tertarik dengan keadaan umat Israel dan ia menyelidiki bahwa kerja paksa dan ketidakadilan menyebabkan mereka menderita. Dia lebih suka menolong mereka daripada menikmati hak khusus serta kenyamanan di istana, meskipun untuk itu dia harus mengalami kesulitan serta akibat yang buruk karena menegakkan keadilan di tengah ketidakdilan yang dialami oleh saudara-saudaranya di Mesir. Namun, apakah pembunuhan seorang Mesir olehnya memang etis? Memang Mesir adalah musuh yang memperbudak dan menindas umat Ibrani atau Israel. Suatu bangsa yang ditindas sering menganggap bahwa seseorang yang membunuh musuh mereka adalah seorang pahlawan, bahkan pembunuhan seperti ini dianggap sebagai perbuatan profetis (kenabian) serta tanda yang akan menjamin masa depan mereka. Tetapi pembunuhan yang dilakukan oleh Musa terhadap orang Mesir tidak dapat dibenarkan. Dia mau supaya perbuatannya tetap jadi rahasia. Dia takut lalu melarikan diri dan kelakukannya ini tidak cocok dianggap sebagai seorang pahlawan. Musa telah bersalah dengan membunuh orang Mesir dan melarikan diri. Akan tetapi dalam peristiwa yang kedua, ketika ia ada di Midian, kelakukannya justru sebaliknya, penuh kasih. Bukan hanya ketidakadilan terhadap umat Israel saja yang menarik hatinya. Cara gembala-gembala memperlakukan anak-anak perempuan di sumur itu dirasa tidak adil juga. Lalu dia menolong mereka, bahkan menyelamatkan mereka dari dominasi para gembala yang adalah laki-laki (ketidakadilan gender; dimana laki-laki selalu merasa diri pihak yang berkuasa dan lebih kuat dari perempuan sehingga perempuan selalu menjadi korban ketidakdilan di tengah masyarakat). Dengan menolong perempuan-perempuan itu, Musa telah bertindak secara etis dan sopan, Ia telah menegakkan keadilan di tengah ketidakdilan yang dialami perempuan-perempuan itu.

              Akhir-akhir ini bukankah kita juga sering melihat sesama kita yang mengalami ketidakadilan? Ketidakdilan yang terjadi kita temukan misalnya melalui tindakan kekerasan, penganiayaan, kekerasan berbasis gender bahkan rasisme atau fanatic keagamaan. Tingkat kekerasan terhadap perempuan dewasa ini semakin meningkat. Perdagangan anak yang dilakukan oleh para mafia atau sindikat bahkan orang tua terhadap anaknya sendiri semakin marak. Kawin lari atau paksa yang juga terjadi di Sumba belakangan ini. Dan yang baru-baru sedang viral di sosial media bahkan mendorong aksi demonstrasi besar-besaran dari masyarakat terhadap pemerintah, dimana seorang polisi bernama Derek Chauvin yang membunuh seorang sipil atau masyarakat biasa bernama George Floyd hanya karena persoalan adanya laporan dari pihak toko yang mengatakan George Floyd membayar dengan menggunakan uang palsu, di Minnesota, Amerika Serikat pada tanggal 25 Mei 2020 yang lalu. Ketika kita melihat ketidakdilan yang terjadi, apakah kita hanya menjadi penonton saja atau justru berperan aktif dengan menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan tersebut meskipun resiko yang akan kita hadapi dikemudian hari sulit? Mari kita belajar dari Musa. Tuhan memberkati kita semua, amin.

Liturgi Ibadah
1.       Sapaan Majelis jemaat
2.       Nyanyian Pembukaan KJ 15 : 1 & 3 “Berhimpun Semua”
3.       Votum + Salam : Kebaktian rumah tangga ini kiranya berlangsung dalam nama Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus.
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal, turunlah atas kita sekalian,” Amin.
4.       Nyanyian respon KJ 53 : 1 “Tuhan Allah T’lah Berfirman”
5.       Doa pelayanan Firman Tuhan
6.       Pembacaan Alkitab Rumah Tangga : Kel 2:11-22

  Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Ketidakadilan dalam berbagai bentuk (kekerasan, pembunuhan dsb) akhir-akhir ini semakin meningkat. Sebut saja kisah ketidakadilan yang dialami oleh George Floyd yang harus kehilangan nyawanya oleh karena tindakan yang dilakukan oleh seorang oknum polisi bernama Derek Chauvin, pada tanggal 25 Mei 2020 yang lalu di Minnesota, Amerika Serikat. Tindakan Chauvin terhadap Floyd telah mendorong warga masyarakat di AS melakukan unjuk rasa meminta pemerintah menindak tegas oknum polisi tersebut, karena telah melakukan perbuatan yang tidak adil terhadap Floyd bahkan menyebabkan ia kehilangan nyawanya. Tindakan warga Amerika Serikat yang menuntut keadilan ditegakkan di tengah ketidakadilan yang terjadi bahkan menjadi salah satu trending topik di media sosial juga dapat kita temukan dalam perikop bacaan Firman Tuhan hari ini, dimana Musa juga berusaha menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan yang dialami oleh saudara-saudaraya di Mesir karena penindasan dan juga ketika ia ada di tanah Midian, dimana ia menolong anak-anak perempuan Rehuel dari para gembala yang mengusir mereka di dekat sumur.     

     Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Dalam perikop ini kita melihat dua kali Musa bertindak menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan yang dialami oleh orang lain. Dalam peristiwa atau kisah yang pertama, Musa membunuh seorang Mesir karena melakukan ketidakadilan (kekerasan) terhadap saudara-saudaranya yang menjadi budak. Ketika perbuatannya di ketahui oleh orang lain termasuk oleh Firaun, maka Musapun melarikan diri ke tanah Midian. Sekalipun Musa telah berusaha menegakkan keadilan bagi saudara-saudaranya yang tertindas dengan membunuh orang Mesir tersebut, namun hal ini tidaklah etis atau dibenarkan. Bukankah masih ad acara lain yang dapat dilakukan Musa tanpa harus menghilangkan nyawa orang lain? Akan tetapi dalam peristiwa yang kedua, sebagaimana yang dikisahkan dalam Ay. 16-22 cara Musa menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan dengan menolong para perempuan-perempuan (anak-anak dari Rehuel, seorang imam di Midian) dari gangguan para gembala di tepi sumur, justru dilakukannya dengan penuh kasih. Musa bertindak secara etis dan sopan. Ia telah bertindak benar. Menolong perempuan-perempuan itu tanpa melakukan kekerasan terhadap para gembala-gembala itu. Dari kedua peristiwa ini, kita dapat melihat bahwa Musa telah menunjukan suatu sikap yang mau menolong sesama atau saudaranya yang lemah, yang mengalami ketidakadilan dari pihak lain, yang membuat mereka akhirnya menderita. Tapi yang membedakan di antara ke dua peristiwa di atas yang “cara” Musa dalam menegakkan keadilan tersebut. Dalam kisah yang pertama ia melakukan dengan cara yang salah, yaitu menyebabkan orang lain kehilangan nyawanya akan tetapi dalam peristiwa atau kisah selanjutnya kita menemukan bahwa Musa telah melakukan suatu tindakan yang benar dan berlandaskan pada Firman Tuhan (baca. Yes 1:17ab).  

         Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
Sebagai anak-anak Tuhan, kitapun dipanggil untuk terus memperjuangkan keadilan di tengah ketidakadilan. Namun yang perlu kita ingat adalah sekalipun maksud dan tujuan kita baik (membela dan menolong yang lemah), namun harus dilakukan dengan cara yang benar, yang seturut dengan kehendak Tuhan. Misalnya saat kita melihat ketidakadilan yang dialami oleh sesama kita yang mengalami korban kekerasan, maka kita dapat memperjuangkan atau menegakkan keadilan itu dengan cara yang benar dan etis, tanpa harus menggunakan kekerasan. Kekerasan dibalas dengan kekerasan bukanlah solusinya melainkan kekerasan harus dibalas dengan kelemahlembutan dsb. Lihatlah keadaan di sekitar kita. Adakah kita menemukan ketidakadilan yang terjadi baik itu di tengah kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan bergereja? Apa sikap kita? Mari kita belajar dari Musa yang berusaha menegakkan atau memperjuangan keadilan di tengah ketidakadilan yang dialami oleh orang lain. Menegakkan keadilan di tengah ketidakadilan itu harus dilakukan, namun dengan cara yang tepat dan tentunya dengan berlandaskan kebenaran Firman Tuhan.” Tuhan memberkati dan memampukan kita semua, amin.

7.       Persembahan diiringi KJ 365b : 1 & 4 “Tuhan, Ambil Hidupku”
8.       Doa syukur (persembahan) dan syafaat.
9.       Nyanyian penutup  KJ 417 : 1 & 8 “Serahkan Pada Tuhan”

10.  Berkat : “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan , amin.                                                                   (pemimpin dan jemaat menyanyikan lagu : Amin, amin, amin)


Bahan PART GKS Jemaat Puu Naga
Rabu-Jumat, 17-19 Juni 2020
Oleh Pdt. Iston U. K. Lena, S.Si-Teol

Jumat, 12 Juni 2020

ALLAH BERTINDAK (KEL 2:1-10)

Inilah Alasan Bunda Yukabad Menghanyutkan Nabi Musa ke Sungai Nil ...


Penjelasan Perikop Alkitab
         Sesudah menggambarkan penderitaan umat Israel di tanah Mesir, penulis kitab Keluaran menceritakan riwayat kelahiran Musa dan bagaimana nyawanya diselamatkan dari perintah Firaun bahwa “segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani” harus dilemparkan ke sungai Nil (Kel 1:22). Meskipun dalam kisah ini tidak disebutkan nama Allah, namun jika kita melihat seluruh cerita dan konteks yang terdapat dalam kitab Keluaran, kita akan melihat bahwa kitab ini terutama menceritakan mengenai penyelamatan umat Israel oleh Allah dari perbudakan di Mesir. Dan hal itu dimulai dengan mempersiapkan seorang pemimpin yaitu Musa yang akan memimpin umat Israel keluar dari tanah Mesir menuju tanah perjanjian. 

         Dikisahkan bahwa ada seorang anak yang lahir dari keluarga Lewi. Dikemudian hari anak itu diberi nama Musa (kata Ibraninya Moseh atau Moyses yang berarti “ditarik dari air” sedangkan menurut bahasa Mesir, Musa berarti “anak”). Meskipun nama kedua orang tuanya tidak disebutkan disini, hanya dikatakan ia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan dari keluarga Lewi, tetapi jika kita membaca Kel 6:19 dan Bil 26:59 ayah Musa adalah Amram dan ibunya bernama Yokhebed. Saudara perempuan Musa (kakaknya) bernama Miryam (Kel 15:20) dan Harun (Kel 6:19; Bil 26:59). Kelahirannya disembunyikan oleh kedua orang tuanya demi keselamatan Musa karena takut dengan Firaun. Namun sesudah tiga bulan lamanya ia disembunyikan, orang tuanya lalu mengambil suatu tindakan dengan “menaruh” anak itu disungai Nil dengan harapan ia diselamatkan oleh orang Mesir. Karena itu orang tuanya lalu membuat sebuah peti pandan (pandan adalah salah satu jenis tanaman yang biasa dipakai untuk membuat kertas tulis dan juga keranjang serta perahu; bc. juga Yes 18:2) dipakainya dengan gala-gala dan ter (yaitu suatu bahan yang membuat peti itu tahan air) dan meletakkan bayi itu di dalamnya serta peti itu ditaruh di tengah-tengah teberau (yaitu rumput tinggi yang banyak tumbuh di sekitar sungai Nil) sungai Nil. Dan untuk memastikan bahwa rencana mereka berjalan dengan baik, maka kakak anak itu berdiri tidak jauh untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Beberapa waktu kemudian datanglah putri Firaun untuk mandi di sungai Nil dan ketika ia melihat ada sebuah peti di situ, disuruhnyalah dayang-dayangnya untuk memeriksa peti itu. Ternyata di dalamnya ada seorang bayi dan putri Firaun tahu bahwa bayi itu pastilah orang Ibrani (orang Israel awalnya disebut sebagai orang Ibrani. Dikemudian hari barulah mereka disebut sebagai orang Israel ketika 12 suku dari kaum keturunan Yakub itu bersatu secara politik). Timbullah belas kasihnya kepada bayi itu dan ia berniat untuk mengambilnya. Miryam yang sejak awal memperhatikan adiknya itu dari jauh segera datang dan menawarkan solusi untuk mencarikan perempuan Ibrani yang akan menyusukan bayi itu. Dan perempuan Ibrani itu adalah ibu Musa sendiri. Ketika anak itu telah besar (ungkapan bahasa Ibrani “telah besar” dapat diterjemahkan juga dengan kata “bertambah besarlah anak itu” dan dalam konteks ini menunjuk pada saat anak itu disapih. Di Israel Kuno, seorang anak biasanya disapih saat berumur tiga tahun), maka ibunya membawa anak itu kembali kepada putri Firaun dan putri Firaun lalu mengangkat anak itu menjadi anaknya serta memberi nama anak itu Musa sebab katanya : “Karena aku telah menariknya dari air.”     
     
        Dari perikop ini kita dapat melihat bahwa meskipun nama Allah tidak disebut secara langsung, tapi bukan berarti Allah tidak turut terlibat di dalamnya. Sebaliknya, kita dapat melihat Allah justru bertindak di tengah penderitaan dan perbudakan yang dialami oleh umat Israel di Mesir. Dia bertindak meskipun tidak terlihat dengan menyelamatkan seorang anak yang bernama Musa, yang dipersiapkan sejak awal untuk menjadi seorang pemimpin yang akan membawa umat Israel keluar dari perbudakan di Mesir melalui putri Firaun. Allah melaksanakan maksudNya melalui manusia yaitu Musa dan putri Firaun.

         Sebagaimana Allah bertindak di tengah penderitaan dan pergumulan yang dialami umat Israel di Mesir pada waktu itu, maka Allah juga bertindak di tengah penderitaan dan pergumulan yang kita alami saat ini, khususnya di tengah pandemi covid 19. Meskipun Ia tidak terlihat tetapi Ia selalu ada dalam setiap kehidupan kita. Ia tidak akan membiarkan kita selama-lamanya berada di tengah penderitaan dan pergumulan itu, sebaliknya Ia akan mengangkat (menyelamatkan) kita dari tengah penderitaan dan pergumulan hidup. Yah Allah bertindak dan melaksanakan rencanaNya dengan memakai siapa saja yang mungkin tidak kita kenal untuk membawa kita keluar dari tengah penderitaan dan pergumulan. Misalnya di tengah pandemi covid-19 saat ini, Allah memakai pemerintah dan aparat keamaan untuk melakukan upaya pencegahan penyebaran covid-19 dan juga para tenaga medis untuk mengobati masyarakat yang terpapar covid-19. Percayalah Allah selalu bertindak dalam kehidupan kita dengan caraNya. Selamat menjalani hari-hari kita selanjutnya Tuhan memberkati kita semua, amin.

Liturgi Ibadah
1.       Sapaan Majelis jemaat
2.       Nyanyian Pembukaan KJ 5 : 1 & 3 “Tuhan Allah, Namamu”
3.      Votum + Salam : Kebaktian rumah tangga ini kiranya berlangsung dalam nama Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus.
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Tritunggal, turunlah atas kita sekalian,” Amin.
4.       Nyanyian respon KJ 5 : 6 & 7 “Tuhan Allah, Namamu”
5.       Doa pelayanan Firman Tuhan
6.       Pembacaan Alkitab Rumah Tangga : Kel 2:1-10

       Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Jika Allah itu ada, di manakah Ia dan mengapa masih banyak orang yang hidup menderita? Kata salah seorang dosen kepada mahasiswanya saat mereka sedang bercakap-cakap. Mahasiswa itu tertegun sejenak karena tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab pertanyaan sang dosen tersebut. Lalu tiba-tiba ia menampar dosennya itu. Sang dosenpun terkejut lalu bertanya kepada mahasiswa tersebut mengapa ia ditampar!!! Mahasiswa itupun berkata apa yang bapak rasakan ketika ditampar? Sakitlah kata sang dosen tersebut. Jika sakit, sekarang bapak tolong tunjukan mana sakit itu? Dosen itupun terdiam. Yah bapak tidak dapat menunjukan sakit itu tetapi bapak dapat merasakan sakit itu bukan? Demikian pula Allah. Meskipun Ia tidak terlihat namun kita dapat merasakan kehadiranNya dalam hidup kita melalui tindakan orang-orang di sekitar kita, yang menolong kita saat kita ada dalam kesusahan dan penderitaan meskipun ada di antara mereka yang tidak kita kenal sekalipun. Allah dapat memakai siapa saja untuk melaksanakan rencanaNya dalam hidup kita. Inilah yang terjadi dalam kehidupan umat Israel pada masa silam ketika mereka ada dalam penderitaan dan perbudakan di Mesir. Allah hadir dalam kehidupan mereka melalui seorang tokoh yang bernama Musa. Bahkan sebelum Allah menyelamatkan umat Israel, Allah terlebih dahulu menyelamatkan Musa dengan tetap membiarkan dia hidup melalui puteri Firaun, sebagaimana yang dikisahkan dalam perikop bacaan kita saat ini.

     Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
          Musa adalah salah seorang anak yang dilahirkan dari kaum keluarga Lewi yang tinggal di Mesir. Sebagai orang Ibrani dan berjenis kelamin laki-laki, kehidupannya terancam karena Firaun telah mengelurkan perintah untuk membunuh atau membuang setiap anak laki-laki Ibrani yang dilahirkan di Mesir pada waktu itu. Karena itu orang tuanya lalu mengambil suatu tindakan penyelamatan dengan menaruh anak mereka di dalam keranjang dan diletakkan di sekitar sungai Nil. Lalu datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil dan menemukan anak itu di sana. Miryam, sang kakak yang mengamati dari jauh lalu segera datang mendekat dan menawarkan suatu solusi kepada puteri Firaun agar anak itu untuk sementara waktu disusukan kepada seorang pengasuh sampai ia bertambah besar. Usul itu diterima oleh puteri Firaun dan anak itu lalu diberikan kepada seorang perempuan Ibrani untuk disusui yang adalah ibu kandungnya sendiri. Setelah anak itu bertambah besar, maka sang ibu lalu membawanya kembali kepada puteri Firaun dan puteri Firaun mengangkat anak itu menjadi anaknya dan memberi nama ia Musa sebab katanya : “Aku telah menariknya atau mengambil dia dari air.” Demikianlah Musa akhirnya tinggal di istana Firaun, menjadi anak angkat puteri Firaun. Allah telah bertindak menyelamatkan Musa melalui belas kasih puteri Firaun yang mau memelihara dan mengangkat Musa sebagai anaknya. Tindakan Allah yang menyelamatkan Musa sebagai tanda bahwa Allah telah memperhatikan penderitaan dan kesengsaraan umatNya di Mesir dengan menjadikan Musa sebagai seorang pemimpin yang nantinya akan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir. Tindakan Allah ini sebagai wujud nyata kehadiranNya di tengah penderitaan umatNya.  

             Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus,
   Allah tidak hanya bertindak di tengah penderitaan dan pergumulan yang dialami oleh bangsa Israel di Mesir dengan menyelamatkan Musa melalui puteri Firaun, tetapi Allah juga turut bekerja dalam kehidupan kita saat ini, khususnya di tengah pandemi covid-19 saat ini. Di tengah penderitaan dan pergumulan hidup yang kita alami, Allah akan bertindak dengan caraNya meskipun kita tidak dapat melihat Dia secara langsung. Namun kita dapat melihat dan merasakan tindakan nyata Allah itu melalui orang-orang di sekitar kita bahkan mereka yang mungkin tidak kita kenal sekalipun. Tuhan memberkati kita semua.

7.       Persembahan diiringi KJ 299 : “Mengucap Syukurlah”
8.       Doa syukur (persembahan) dan syafaat.
9.       Nyanyian penutup  KJ 329 : 1-2 “Tinggal Sertaku”
10.   Berkat : “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan , amin.  
(pemimpin dan jemaat menyanyikan lagu : Amin, amin, amin)




Bahan Pembacaan Alkitab Rumah Tangga
GKS Jemaat Puu Naga
Rabu - Jumat, 10-12 Juni 2020
Oleh Pdt. Iston Umbu Kura Lena, S.Si-Teol

Sabtu, 06 Juni 2020

HIDUP DALAM PENYERTAAN BAPA, ANAK DAN ROH KUDUS (MATIUS 28:16-20

TRITUNGGAL MAHA KUDUS: TIGA AJARAN IMAN TENTANG MISTERI ILAHI ...

Bapak/Ibu/ Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus…………………………………………………

Salah satu hal yang sering ditanyakan bahkan menjadi perdebatan antara kita dan saudara-saudari kita yang beragama lain adalah mengenai Allah yang kita sembah. Mereka mengatakan bahwa orang Kristen menyembah tiga Allah oleh karena dalam doa sering kita katakan : Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Lalu bagaimana kita akan menjawab pertanyaan mereka tersebut? Ajaran tentang Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus kita kenal sebagai ajaran atau doktrin tentang “Trinitas.” Oleh karena hari ini gereja-gereja di seluruh dunia menghayati dan merayakan minggu Trinitas, maka tidak ada salahnya bagi kita untuk membicarakan hal ini.

Trinitas adalah salah satu doktrin atau ajaran umat Kristen. Sebagai doktrin kata “Trinitas” tidak akan kita temukan dalam Alkitab melainkan sebagai suatu pengakuan iman kita pada Allah. Tidak mudah untuk menjelaskan hal ini sebab iman kita kepada Allah sesungguhnya tidak dapat terjangkau oleh akal pikiran manusia. Tetapi lewat penyertaan dan karya Yesus Kristus dalam hidup kita serta dalam tuntunan Roh-Nya yang Kudus maka kita dapat merefleksikan makna Trinitas tersebut.   


Bapak/Ibu/ Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus…………………………………………………
            Sesudah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus, kesebelas murid kembali ke Galilea sebagaimana perintah Malaikat pada mereka (Mat. 28:7). Hal itu menunjukan bahwa Galilea memiliki peran penting bagi penghayatan iman para murid. Iman mereka pada Yesus bertumbuh di Galilea dan dari sana perutusan ke seluruh dunia disampaikan. Galilea adalah suatu kota yang dihuni oleh orang Samaria atau orang berdarah campuran orang Yahudi dan bukan Yahudi. Karena itu orang-orang Yahudi asli tidak ingin bergaul dengan orang dari Galilea. Tetapi justru di daerah inilah Yesus Kristus menampakkan diri dan memberikan suatu perintah kepada kesebelas murid di atas bukit (Ay.16). Rupanya bukit atau gunung merupakan tempat yang khas bagi Yesus untuk menyampaikan nasihat-nasihat-Nya. Hal itu sangat dekat dengan penghayatan orang Yahudi dimana mereka meyakini bahwa bukit atau gunung searti dengan tempat dimana wahyu Allah dinyatakan. Ketika kesebelas murid melihat Yesus, mereka lalu menyembah Dia (Ay.17). Penyembahan adalah salah satu wujud pengakuan pada sebuah kuasa. Pribadi yang disembah bukanlah sosok yang sembarangan. Ia memiliki kuasa lebih ketimbang para penyembah-Nya. Keagungan Yesus yang bangkit dari antara orang mati menjadikan Dia layak disembah. Namun pada ayat 17 disebutkan pula keraguan dari beberapa orang. Siapa yang ragu-ragu tidak disebutkan dengan jelas. Apakah orang-orang itu bagian dari kesebelas murid atau orang lain yang turut serta dalam perjalanan ke atas bukit.

Melihat hal itu (ada orang yang menyembah namun juga ada yang ragu), Yesus mendekati mereka (Ay.18). Yesus berkata kepada mereka (dengan tujuan menyakinkan mereka agar tidak ragu-ragu lagi) : “Kepadaku telah diberikan segala kuasa baik di sorga maupun di bumi.” Siapa yang memberikan kuasa kepada Yesus Kristus? Yaitu Allah Bapa di sorga. Dengan kuasa itulah Yesus lalu memberikan perintah kepada para murid untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Ku dengan membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Ay.19). Rumusan baptisan ini menunjuk pada persekutuan yang erat atau relasi antara kehidupan dan karya Yesus dengan Bapa-Nya serta dalam Roh Kudus. Disinilah kita menemukan penghayatan tentang “Trinitas.” Bahwa berbicara tentang Trinitas berarti berbicara tentang “relasi” atau hubungan antara Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Relasi itu hanya dapat bermakna melalui karya Allah dalam hidup manusia. Dan Karya Allah sungguh nyata dalam hidup manusia melalui karya Yesus Kristus dan dalam tuntunan Roh-Nya yang Kudus. Karena itu Yesus berjanji akan menyertai murid-murid sampai pada akhir zaman (Ay. 20). Namun disini Allah yang Esa itu membutuhkan “partisipasi” atau keterlibatan kita di tengah dunia ini, dimana manusia dan seluruh ciptaan diundang untuk berpartisipasi, mengambil bagian di dalam persekutuan Allah : Bapa, Anak dan Roh Kudus (Trinitas) dengan mengajarkan (bersaksi) kepada semua bangsa agar mereka juga melakukan apa yang telah diajarkan kepada mereka melalui Yesus Kristus.

Dengan demikian ketika kita berbicara tentang “Trinitas” maka kita berbicara tentang suatu relasi yang erat antara Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dan dalam relasi itu, Allah yang kita sembah mengundang kita untuk turut serta atau berpartisipasi dalam persekutuan ilahi.
    

Bapak/Ibu/ Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan Kita Yesus Kristus…………………………………………………
      Menjawab pertanyaan kita diawal tadi, jika saudara-saudari kita yang beragama lain bertanya kepada kita tentang Allah yang kita sembah, maka kita dapat menjawab bahwa Allah yang kita sembah hanya satu. Allah itu Esa namun dalam wujud tiga pribadi Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kita hanya dapat memahami “Trinitas” dalam relasi antara Bapa, Anak dan Roh Kudus. Relasi itu nyata melalui karya ilahi, dimana Allah Bapa sebagai pencipta dan pemelihara dunia dengan segala isinya (Kej 1:26-27), Allah Anak yang menyelamatkan (1 Yoh 4:14) melalui tuntunan Roh-Nya yang Kudus sampai pada akhir zaman (Matius 28:20).

          Dalam kehidupan yang kita jalani saat ini, khususnya di tengah pandemi atau wabah covid-19 yang melanda dunia, termasuk pulau kita tercinta Sumba, bukankah Allah yang kita imani itu menyertai kita? Sebagai Bapa, Ia tidak pernah meninggalkan kita, Ia terus memelihara kita dengan menyediakan apa yang kita butuhkan bukan? Karena itu tetaplah bersyukur. Sebagai Anak, Ia memberi perintah kepada kita untuk bersaksi tentang karya Bapa di sorga dengan menunjukan kepedulian kita terhadap saudara-saudari kita yang saat ini sedang susah dan sebagai Roh-Nya yang Kudus, Ia tetap menyertai kita melalui kekuatan dan kesehatan dari sekarang dan selama-lamanya, amin. 



Bahan Khotbah Ibadah Trinitas
GKS Jemaat Puu Naga-Waikabubak
Minggu, 07 Juni 2020
Oleh Pdt. Iston Umbu Kura Lena, S.Si-Teol