Selasa, 21 Februari 2017

Memanusiakan Manusia (Luk 7:36-50)


Image result for perempuan berdosa yang membasuh kaki Yesus


MINGGU, 19 FEB 2017
GKS PUSAT WAIKABUBAK
(08.00 WITA)


Pokok-Pokok Teologis :
1.   Yesus memperlakukan sesama sebagai mana mereka adanya. Ia tidak memandang sesama sebagai pihak yang perlu dihakimi karena masa lalunya yang buruk atau memandang status seseorang, tetapi Ia memandang mereka sebagai manusia yang patut diperlakukan dengan penuh kasih. Yesus memanusiakan manusia.
2.  Tindakan Yesus yang memanusiakan manusia telah memulihkan hidup sesama yang hancur karena status atau reputasi seseorang yang buruk di masa lalu.

Pendahuluan
1.     Adalah seorang yang bernama Tuti (bukan nama sebenarnya), yang berasal dari keluarga miskin di sebuah kampung di daerah Jawa. Sebagai anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, perempuan lagi, maka Tuti dituntut untuk bisa bekerja mencari nafkah demi meringankan beban orang tua. Karena itu diusia yang masih muda, Tuti lalu meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di Jakarta sebagai pembantu rumah tangga. Di tempat bekerja, Tuti disenangi oleh majikan dan anak-anak majikannya karena sikap Tuti yang baik dan rajin. Suatu hari, ketika majikan perempuan dan anak-anak sedang pergi ke luar kota, majikannya yang laki-laki mulai melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadap Tuti. Diperlakukan demikian Tuti tidak dapat menolak karena ia belum mengerti apa-apa mengenai hal tersebut. Maklum saat itu ia masih berusia 14 tahun. Hingga suatu hari Tutipun akhirnya hamil. Majikannya perempuan membawa Tuti ke rumah sakit dan mengetahui kalau Tuti telah hamil 5 bulan. Majikan tersebut pun meminta Tuti untuk menceritakan siapa yang telah melakukan tindakan tersebut yang menyebabkan Tuti hamil. Dengan perasaan hancur Tutipun menceritakan apa yang terjadi. Bukannya mendapat pembelaan dari majikannya, malah Tutipun dianggap telah memfitnah majikan lelaki. Karena itu berbekal uang Rp. 100.000 Tuti disuruh pulang ke kampungnya. Penderitaan dan kesedihan Tutipun semakin dalam. Sampai di kampung, ia mendapat cibiran dari masyarakat di kampung. Karena tidak kuat menanggung malu, Ibu Tuti lalu membawa Tuti ke dukun beranak untuk menggugurkan kandungan tersebut. Singkat cerita Tutipun akhirnya meninggal (Kisah nyata).
2.  Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i, apa yang menyebabkan Tuti akhirnya meninggal? Lalu jika seandainya Tuti masih hidup dan ada di hadapan kita, Bagaimana sikap dan perlakuan kita padanya? Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan merasa kasihan namun tidak berbuat sesuatu untuk meringankan beban Tuti? Atau justru kita akan menyalahkan Tuti karena ia pergi bekerja ke Jakarta jauh dari perlindungan orang tua? Bahkan mungkin kita juga akan mencibir Tuti karena aib yang di alaminya seperti yang dilakukan oleh masyarakat di kampungnya!
Isi
1.     Kisah Tuti hanyalah salah satu kisah dari sekian banyak kisah yang dialami oleh perempuan yang menjadi korban kekerasan baik secara fisik (kekerasan seksual) maupun secara psikis (tekanan psikolgis).
2.   Perikop yang kita baca hari ini yang terambil dari Injil Luk 7:36-50, juga menceritakan tentang perempuan sebagai korban kekerasan, yaitu kekerasan psikis di masyarakat oleh karena pekerjaannya sebagai pelacur atau perempuan sundal. Karena pekerjaannya itu maka ia dijauhi dari kehidupan sosial masyarakt.
3.    Dikisahkan bahwa suatu hari, ketika Yesus masih melayani di daerah Galilea, ia diundang oleh seorang Farisi yang bernama Simon (ay. 36 & 40). Bagi orang Farisi, adalah suatu perbuatan yang baik untuk mengundang seorang guru agama untuk makan dirumahnya, karena itu ketika Yesus selesai mengajar di rumah ibadat, ia mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Di tengah jamuan makan tersebut, tiba-tiba datanglah seorang perempuan (tidak disebutkan namanya) yang terkenal sebagai orang berdosa (pelacur atau perempuan sundal) di kota itu (ay. 37). Perempuan itu mendengar bahwa Yesus sedang makan di rumah Simon karena itu masuk ke rumah Simon dan melakukan suatu perbuatan yang tidak terduga bagi orang-orang yang ada di situ. Pertama, perempuan itu telah menunjukan suatu “keberanian” mendobrak budaya masyarakat Yahudi yang tidak memperbolehkan seorang perempuan untuk bersama-sama ada atau masuk di tengah jamuan makan yang diperuntukkan untuk kaum laki-laki. Kedua, perempuan itu tanpa malu-malu menangis di kaki Yesus sehingga air matanya membasahi kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya, suatu tanda perendahan diri yang sedalam-dalamnya di hadapan Yesus. Tidak hanya sampai disitu, ia juga mencium kaki Yesus (menunjukan tanda kerendahan hati, karena biasanya orang mincium kepala, mulut, tangan atau lutut) dan memiyakinya dengan minyak wangi yang ia bawa, sebagai tanda penghormatan yang teramat istimewa bagi Yesus (Ay. 38).
4.    Apa tanggapan orang-orang pada saat itu atas perbuatan perempuan tersebut? Tanggapan pertama datang dari Simon sebagai tuan rumah. Bagi Simon, jika Yesus ini benar adalah nabi, seperti yang kadang-kadang disangkakan orang tentang Dia, tentu Ia tahu siapa perempuan yang menjamahnya itu dan mengusirnya. Timbul penghinaan dalam diri Simon pada Yesus yang berujung pada penolakan terhadap perempuan itu. Simon menolak kehadiran perempuan yang berdosa itu di rumahnya (Ay. 39). Lalu apa tanggapan Yesus? Yesus justru tidak mencemooh atau memandang rendah perbuatan perempuan tersebut tetapi sebaliknya Ia justru memuji sikap dan perbuatan yang dilakukan oleh perempuan itu. Yesus menegur Simon bahwa sebagai tuan rumah yang baik, Simon tidak memperlakukan Yesus sebagai tamu undangan berdasarkan adat istiadat dan sopan santun yang berlaku pada waktu itu. Sebab dalam menerima tamu paling sedikit ada tiga hal yang harus dilakukan oleh tuan rumah kepada tamunya yaitu : 1. Meletakkan tangannya ke atas pundak tamu itu dan memberi “ciuman salam” kepadanya (yang artinya syalom:sejahtera, selamat, sentosa dsb). 2. Membasuh kaki tamu yang sudah penuh debu dengan air yang sejuk. 3. Memberikan botol kecil yang berisi minyak wangi kepada tamu itu supaya memercikkan sedikit dari minyak itu ke atas kepalanya. Simon melupakan semuanya itu. Tetapi apa yang dilupakan atau diabaikan oleh Simon justru dilakukan oleh perempuan itu, bahkan ia melakukan lebih daripada itu dan dengan cara yang luar biasa: lama ia mencium kaki Yesus yang telah dibasahinya dengan air matanya dan yang dipercikinya dengan minyak wangi yang berharga. Apa dasarnya? Karena perempuan itu telah sadar akan segala keberdosaannya dan karena itu ia menunjukan kasih yang luar biasa terhadap orang yang telah menghapuskan segala dosanya, seperti perumpamaan Yesus mengenai orang yang berhutang 500 dinar (mata uang Romawi yang setara dengan upah pekerja satu hari. Jika dirupiahkan dengan Rp. 25.000 maka sekitar Rp. 12.500.000) dan 50 dinar (Rp.1.250.000) yang telah dihapus hutangnya oleh pemilik uang tersebut (Ay. 41-34).
5.  Lalu Yesuspun mengatakan kepada perempuan itu bahwa dosanya sudah diampuni dan imanlah yang telah menyelamatkannya. Karena itu Ia menyuruh perempuan itu untuk pergi dengan selamat, yang artinya mulai sekarang engkau akan hidup dalam keadaan selamat dan sejahtera (Yunani eirene yang artinya selamat dan sejahtera).     
Penutup
Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, ada 2 hal yang dapat kita teladani dari sikap Yesus yang terdapat dalam bacaan kita hari ini yaitu :  
1.   Yesus memperlakukan sesama sebagai mana mereka adanya. Ia tidak memandang sesama sebagai pihak yang perlu dihakimi karena masa lalunya atau memandang status seseorang, tetapi Ia memandang mereka sebagai manusia yang patut diperlakukan dengan penuh kasih. Yesus memanusiakan manusia. Ia menerima perempuan berdosa itu yang telah mengalami kekerasan psikis (yang menyebabkan perempuan itu mengalami penolakan dari masyarakat) karena Yesus datang justru untuk orang berdosa. Ia tidak menolak seseorang karena masa lalu yang buruk dari orang tersebut yang menyebabkan orang tersebut mengalami kekerasan secara psikis. 
2.  Tindakan Yesus yang memanusiakan manusia telah memulihkan hidup sesama yang hancur karena status atau reputasi seseorang yang buruk di masa lalu.

Bagaimana dengan kita? Masihkah kita juga memperlakukan seseorang berdasarkan masa lalu seseorang yang buruk sehingga kita menjadi pelaku-pelaku kekerasan psikis, yang menyebabkan orang lain merasa terasing, mengalami penolakan, mengalami tekanan batin seperti yang dialami Tuti dan perempuan berdosa tersebut? Ataukah kita menjadi orang-orang yang memanusiakan sesama sehingga membawa pemulihan dan menghentikan kekerasan bagi sesama? Tuhan Yesus memberkati kita semua.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.