Selasa, 21 Februari 2017

Matius 12:46-50 (Yesus dan Sanak Saudara-Nya)

Image result for yesus bersama murid-murid di dalam rumah


Masih dalam konteks pelayanan Yesus yang ke dua di Galilea, ketika Ia sedang berkhotbah di depan orang banyak, seseorang memberitahu-Nya bahwa Ibu dan saudara-saudara-Nya ada di luar rumah dan ingin bertemu dengan-Nya (ay. 46-47).[1] Dalam bahasa aslinya menggunakan kata adeljoz (adelfos) yang berarti saudara laki-laki atau saudara seiman.[2] Tidak dijelaskan apa yang menjadi maksud kedatangan mereka, mungkin (1) mereka mau melihat apakah benar yang dikatakan orang tentang Dia, bahwa Ia melakukan banyak mujizat atau (2) mereka mau melihat keadaan-Nya karena selama melakukan pelayanan; mengajarkan kebenaran dan melakukan kebaikan, Yesus selalu mendapat kritikan dan ancaman dari musuh-musuh-Nya. Kemanampun Ia pergi musuh-musuh-Nya selalu ada disekeliling-Nya. Namun jika kita membaca dalam Injil Markus 3:21, maka disitu nampak bahwa kaum keluarga-Nya ingin membawa Yesus pulang ke Nazaret oleh karena mereka mendengar bahwa Ia “tidak waras” lagi. Bagi kaum keluarga Yesus, Ia dianggap tidak waras lagi bukan karena mujizat yang Ia lakukan melainkan karena Yesus selalu berselisih paham dengan ahli-ahli Taurat, yang memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan keagamaan Yahudi (baca Mat 12:22-37).
Jawaban Yesus rupanya bertentangan dengan harapan mereka, karena Dia menolak untuk menemui mereka dan bertanya : Siapa Ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku? (ay. 48). Mengapa Yesus berkata demikian? Apakah Yesus tidak mau mengakui ibu dan saudara-saudara-Nya? Tentu tidak. Yesus berbuat demikian karena bagi Yesus, kehadiran-Nya di dunia ini yang utama adalah untuk melakukan kehendak Bapa-Nya di surga, yaitu menyampaikan kabar baik atau injil kepada orang banyak. Yesus bukannya tidak mau mengakui keluarga-Nya tetapi bagi Yesus, saat ini yang terpenting adalah hidup persekutuan dengan orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Karena itu Yesus menunjuk murid-murid-Nya sebagai keluarga-Nya, sebagai Ibu dan saudara-saudara-Nya (ay. 49-50). Dengan kata lain, Yesus sesungguhnya tidak menganggap rendah pertalian darah-Nya dengan Maria dan saudara-saudara-Nya, namun saat itu Yesus hanya tidak mau diganggu oleh mereka, sebab Yesus lebih mementingkan hidup dalam persekutuan bersama dengan “mereka” yang senantiasa melakukan kehendak Allah. Jadi Yesus menjawab pertanyaan-Nya sendiri, sambil menunjuk para pengikut-Nya yang paling setia, yang berdiri dalam lingkaran di sekitar-Nya, yaitu murid-murid-Nya.
   Apa yang dapat kita pelajari dari perikop ini dalam konteks kehidupan kita saat ini? Bahwa Yesus sedang mengajarkan kepada kita tentang “Prioritas hidup kita” dan arti sebuah keluarga yang sejati dan apa syaratnya menjadi anggota keluarga sejati di dalam Yesus.
1.      Yesus menyadari bahwa tujuan Ia hadir di dunia ini adalah untuk melakukan kehendak Bapa di sorga. Karena itu, sekalipun Yesus mendapat penolakan, kritikan, kebencian, tantangan dan hambatan dari musuh-musuh-Nya, bahkan tantangan dari anggota keluarga-Nya, tidak membuat Ia mundur tetapi sebaliknya Ia terus berkarya, melayani dan melakukan pekerjaan baik bagi hormat dan kemuliaan Bapa di sorga.
Aplikasi :
Seringkali sebagai anak-anak Tuhan, kita lebih mendahulukan kepentingan kita dari pada melakukan kehendak Tuhan (Mis. Lebih memilih untuk menghabiskan waktu melakukan hobby atau kesenangan kita dari pada mengikuti persekutuan atau ibadah-ibadah di gereja). Apalagi ketika kita mau melakukan kehendak Tuhan dalam hidup ini (Misalnya sebagai pelayan Tuhan kita diberikan tugas untuk memimpin ibadah), lalu tantangan dan hambatan menghadang kita (hujan atau karena faktor kemalasan), maka biasanya kita memilih untuk mundur atau tidak melakukannya. Biarlah kita dapat belajar dari teladan yang disampaikan Yesus.

2.    Bagi Yesus, keluarga yang sejati bukan semata-mata terletak hanya pada hubungan pertalian darah dan daging seseorang, tetapi juga dapat terjadi pada seseorang yang benar-benar dekat dengan orang lain, yang tidak mempunyai hubungan darah atau sedaging dengannya. Hubungan itu bisa terletak pada pengalaman bersama seseorang dengan orang lain, memiliki minat bersama, kepatuhan bersama dan tujuan bersama. Dan Syarat menjadi saudara Yesus adalah ketika kita mau melakukan kehendak Bapa di Surga.
Aplikasi :
Hidup dalam sebuah “persekutuan” dengan saudara seiman, akan menolong dan menguatkan menjalani kehidupan ini. Karena di dalam persekutuan dengan saudara seiman, kita dapat saling berbagi, saling mengingatkan dan saling menopang satu dengan yang lain (Bc. Ibrani 10:25).

Renungan :
               
         Seringkali manusia menjalani hari hidupnya dengan melakukan sesuatu yang menurutnya dianggap penting padahal belum tentu itu yang menjadi tujuan hidupnya. Hari-hari hidupnya dilewati begitu saja tanpa memiliki arti dan makna, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Karena itu apa yang “prioritas” jangan sampai tertukar dengan yang “sekunder.” Menurut kita apa yang menjadi prioritas dalam hidup ini?
            Perikop bacaan hari ini menceritakan tentang tujuan prioritas yang dimiliki Yesus yaitu melakukan kehendak Bapa di sorga. Karena itu ketika Ia sedang melakukan pengajaran di kota Galilea dan keluargaNya datang untuk “menjemput” Ia kembali pulang ke Nazaret, Yesus menolaknya. Bukan Yesus tidak peduli dengan kehidupan Ibu dan Saudara-saudara-Nya, tetapi bagi Yesus, yang terpenting saat itu adalah melakukan kehendak Bapa di surga, yaitu membawa kabar baik bagi sesama. Dan Yesus menunjuk murid-muridNya sebagai salah satu contoh dari keluarga sejatinya, yang dengan setia bersama-sama denganNya memberitakan kabar baik. Yesus lebih mementingkan hidup persekutuan bersama dengan murid-murid-Nya dan orang-orang yang mau melakukan kehendak Bapa di sorga daripada pulang ke rumah.
            Bagaimana dengan kehidupan kita? Apa yang saat ini menjadi prioritas dalam hidup ini? Pekerjaan, materi, keluarga ataukah melakukan apa yang Allah kehendaki yaitu melayani sesama? Melayani sesama bukan semata-mata tugas Majelis jemaat tetapi melayani Tuhan juga adalah tugas setiap anak-anak Tuhan. Itu adalah syarat menjadi keluarga Allah. Maukah kita menempatkan kehendak Bapa di atas kehendak kita pribadi? Maukah kita juga untuk senantiasa hidup dalam “persekutuan” dengan saudara seiman kita baik itu di Gereja, di wilayah kita masing-masing atau di mana saja? Tuhan Yesus memberkati kita semua.  
Hidup bukan


[1] Bndk. Pula dengan Injil Markus 3:31-35 dan Injil Lukas 8:19-21)
[2] Markus 6:3 disebutkan nama adik-adik Yesus : Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.