MINGGU, 19 FEB
2017
GKS PUSAT
WAIKABUBAK
(08.00 WITA)
Pokok-Pokok
Teologis :
1. Yesus memperlakukan sesama sebagai mana mereka adanya.
Ia tidak memandang sesama sebagai pihak yang perlu dihakimi karena masa lalunya yang buruk atau memandang status seseorang, tetapi Ia memandang mereka sebagai manusia
yang patut diperlakukan dengan penuh kasih. Yesus memanusiakan manusia.
2. Tindakan Yesus yang
memanusiakan manusia telah memulihkan hidup sesama yang hancur karena status
atau reputasi seseorang yang buruk di masa lalu.
Pendahuluan
1. Adalah seorang yang bernama Tuti (bukan nama
sebenarnya), yang berasal dari keluarga miskin di sebuah kampung di daerah
Jawa. Sebagai anak yang berasal dari keluarga tidak mampu, perempuan lagi, maka
Tuti dituntut untuk bisa bekerja mencari nafkah demi meringankan beban orang
tua. Karena itu diusia yang masih muda, Tuti lalu meninggalkan kampung
halamannya untuk bekerja di Jakarta sebagai pembantu rumah tangga. Di tempat
bekerja, Tuti disenangi oleh majikan dan anak-anak majikannya karena sikap Tuti
yang baik dan rajin. Suatu hari, ketika majikan perempuan dan anak-anak sedang
pergi ke luar kota, majikannya yang laki-laki mulai melakukan perbuatan yang
tidak senonoh terhadap Tuti. Diperlakukan demikian Tuti tidak dapat menolak
karena ia belum mengerti apa-apa mengenai hal tersebut. Maklum saat itu ia
masih berusia 14 tahun. Hingga suatu hari Tutipun akhirnya hamil. Majikannya
perempuan membawa Tuti ke rumah sakit dan mengetahui kalau Tuti telah hamil 5
bulan. Majikan tersebut pun meminta Tuti untuk menceritakan siapa yang telah
melakukan tindakan tersebut yang menyebabkan Tuti hamil. Dengan perasaan hancur
Tutipun menceritakan apa yang terjadi. Bukannya mendapat pembelaan dari
majikannya, malah Tutipun dianggap telah memfitnah majikan lelaki. Karena itu
berbekal uang Rp. 100.000 Tuti disuruh pulang ke kampungnya. Penderitaan dan
kesedihan Tutipun semakin dalam. Sampai di kampung, ia mendapat cibiran dari
masyarakat di kampung. Karena tidak kuat menanggung malu, Ibu Tuti lalu membawa
Tuti ke dukun beranak untuk menggugurkan kandungan tersebut. Singkat cerita
Tutipun akhirnya meninggal (Kisah nyata).
2. Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i,
apa yang menyebabkan Tuti akhirnya meninggal? Lalu jika seandainya Tuti masih
hidup dan ada di hadapan kita, Bagaimana
sikap dan perlakuan kita padanya? Apa
yang akan kita lakukan? Apakah kita akan merasa kasihan namun tidak berbuat
sesuatu untuk meringankan beban Tuti? Atau justru kita akan menyalahkan Tuti
karena ia pergi bekerja ke Jakarta jauh dari perlindungan orang tua? Bahkan
mungkin kita juga akan mencibir Tuti karena aib yang di alaminya seperti yang
dilakukan oleh masyarakat di kampungnya!
Isi
1. Kisah Tuti hanyalah salah satu kisah dari sekian
banyak kisah yang dialami oleh perempuan yang menjadi korban kekerasan baik
secara fisik (kekerasan seksual) maupun secara psikis (tekanan psikolgis).
2. Perikop yang kita
baca hari ini yang terambil dari Injil Luk 7:36-50, juga menceritakan tentang
perempuan sebagai korban kekerasan, yaitu kekerasan psikis di masyarakat oleh
karena pekerjaannya sebagai pelacur atau perempuan sundal. Karena pekerjaannya
itu maka ia dijauhi dari kehidupan sosial masyarakt.
3. Dikisahkan bahwa
suatu hari, ketika Yesus masih melayani di daerah Galilea, ia diundang oleh
seorang Farisi yang bernama Simon (ay. 36 & 40). Bagi orang Farisi, adalah
suatu perbuatan yang baik untuk mengundang seorang guru agama untuk makan
dirumahnya, karena itu ketika Yesus selesai mengajar di rumah ibadat, ia
mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Di tengah jamuan makan tersebut,
tiba-tiba datanglah seorang perempuan (tidak disebutkan namanya) yang terkenal
sebagai orang berdosa (pelacur atau perempuan sundal) di kota itu (ay. 37).
Perempuan itu mendengar bahwa Yesus sedang makan di rumah Simon karena itu
masuk ke rumah Simon dan melakukan suatu perbuatan yang tidak terduga bagi
orang-orang yang ada di situ. Pertama,
perempuan itu telah menunjukan suatu “keberanian” mendobrak budaya masyarakat
Yahudi yang tidak memperbolehkan seorang perempuan untuk bersama-sama ada atau
masuk di tengah jamuan makan yang diperuntukkan untuk kaum laki-laki. Kedua,
perempuan itu tanpa malu-malu menangis di kaki Yesus sehingga air matanya
membasahi kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya, suatu tanda perendahan
diri yang sedalam-dalamnya di hadapan Yesus. Tidak hanya sampai disitu, ia juga
mencium kaki Yesus (menunjukan tanda
kerendahan hati, karena biasanya orang mincium kepala, mulut, tangan atau
lutut) dan memiyakinya dengan minyak
wangi yang ia bawa, sebagai tanda penghormatan yang teramat istimewa bagi Yesus
(Ay. 38).
4. Apa tanggapan
orang-orang pada saat itu atas perbuatan perempuan tersebut? Tanggapan pertama
datang dari Simon sebagai tuan rumah. Bagi Simon, jika Yesus ini benar adalah
nabi, seperti yang kadang-kadang disangkakan orang tentang Dia, tentu Ia tahu
siapa perempuan yang menjamahnya itu dan mengusirnya. Timbul penghinaan dalam
diri Simon pada Yesus yang berujung pada penolakan terhadap perempuan itu. Simon menolak kehadiran perempuan yang
berdosa itu di rumahnya (Ay. 39). Lalu apa tanggapan Yesus? Yesus justru tidak mencemooh atau
memandang rendah perbuatan perempuan tersebut tetapi sebaliknya Ia justru memuji sikap dan perbuatan yang dilakukan
oleh perempuan itu. Yesus menegur Simon bahwa sebagai tuan rumah yang baik,
Simon tidak memperlakukan Yesus sebagai tamu undangan berdasarkan adat istiadat
dan sopan santun yang berlaku pada waktu itu. Sebab dalam menerima tamu paling
sedikit ada tiga hal yang harus dilakukan oleh tuan rumah kepada tamunya yaitu
: 1. Meletakkan tangannya ke atas
pundak tamu itu dan memberi “ciuman salam” kepadanya (yang artinya
syalom:sejahtera, selamat, sentosa dsb). 2.
Membasuh kaki tamu yang sudah penuh debu dengan air yang sejuk. 3. Memberikan botol kecil yang berisi
minyak wangi kepada tamu itu supaya memercikkan sedikit dari minyak itu ke atas
kepalanya. Simon melupakan semuanya itu. Tetapi apa yang dilupakan atau
diabaikan oleh Simon justru dilakukan oleh perempuan itu, bahkan ia melakukan lebih daripada itu dan dengan
cara yang luar biasa: lama ia mencium kaki Yesus yang telah dibasahinya
dengan air matanya dan yang dipercikinya dengan minyak wangi yang berharga. Apa
dasarnya? Karena perempuan itu telah sadar akan segala keberdosaannya dan
karena itu ia menunjukan kasih yang luar biasa terhadap orang yang telah
menghapuskan segala dosanya, seperti perumpamaan Yesus mengenai orang yang
berhutang 500 dinar (mata uang Romawi yang setara dengan upah pekerja satu
hari. Jika dirupiahkan dengan Rp. 25.000 maka sekitar Rp. 12.500.000) dan 50
dinar (Rp.1.250.000) yang telah dihapus hutangnya oleh pemilik uang tersebut
(Ay. 41-34).
5. Lalu Yesuspun
mengatakan kepada perempuan itu bahwa dosanya sudah diampuni dan imanlah yang
telah menyelamatkannya. Karena itu Ia menyuruh perempuan itu untuk pergi dengan
selamat, yang artinya mulai sekarang engkau akan hidup dalam keadaan selamat
dan sejahtera (Yunani eirene yang artinya selamat dan sejahtera).
Penutup
Bapak/Ibu/Sdr/I
yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, ada 2 hal yang dapat kita
teladani dari sikap Yesus yang terdapat dalam bacaan kita hari ini yaitu :
1. Yesus memperlakukan sesama sebagai mana mereka adanya.
Ia tidak memandang sesama sebagai pihak yang perlu dihakimi karena masa lalunya
atau memandang status seseorang, tetapi Ia memandang mereka sebagai manusia
yang patut diperlakukan dengan penuh kasih. Yesus memanusiakan manusia. Ia
menerima perempuan berdosa itu yang telah mengalami kekerasan psikis (yang
menyebabkan perempuan itu mengalami penolakan dari masyarakat) karena Yesus
datang justru untuk orang berdosa. Ia tidak menolak seseorang karena masa lalu
yang buruk dari orang tersebut yang menyebabkan orang tersebut mengalami
kekerasan secara psikis.
2. Tindakan Yesus yang
memanusiakan manusia telah memulihkan
hidup sesama yang hancur karena status atau reputasi seseorang yang buruk
di masa lalu.
Bagaimana dengan kita? Masihkah kita juga
memperlakukan seseorang berdasarkan masa lalu seseorang yang buruk sehingga kita menjadi
pelaku-pelaku kekerasan psikis, yang menyebabkan orang lain merasa terasing,
mengalami penolakan, mengalami tekanan batin seperti yang dialami Tuti dan
perempuan berdosa tersebut? Ataukah kita menjadi orang-orang yang memanusiakan
sesama sehingga membawa pemulihan dan menghentikan kekerasan bagi sesama? Tuhan
Yesus memberkati kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.