Masih dalam konteks pelayanan Yesus yang ke dua
di Galilea, ketika Ia sedang berkhotbah di depan orang banyak, seseorang
memberitahu-Nya bahwa Ibu dan saudara-saudara-Nya ada di luar rumah dan ingin
bertemu dengan-Nya (ay. 46-47).[1] Dalam
bahasa aslinya menggunakan kata “adeljoz” (adelfos) yang berarti saudara laki-laki
atau saudara seiman.[2] Tidak
dijelaskan apa yang menjadi maksud kedatangan mereka, mungkin (1) mereka mau
melihat apakah benar yang dikatakan orang tentang Dia, bahwa Ia melakukan
banyak mujizat atau (2) mereka mau melihat keadaan-Nya karena selama melakukan
pelayanan; mengajarkan kebenaran dan melakukan kebaikan, Yesus selalu mendapat
kritikan dan ancaman dari musuh-musuh-Nya. Kemanampun Ia pergi musuh-musuh-Nya
selalu ada disekeliling-Nya. Namun jika kita membaca dalam Injil Markus 3:21,
maka disitu nampak bahwa kaum keluarga-Nya ingin membawa Yesus pulang ke
Nazaret oleh karena mereka mendengar bahwa Ia “tidak waras” lagi. Bagi kaum
keluarga Yesus, Ia dianggap tidak waras lagi bukan karena mujizat yang Ia
lakukan melainkan karena Yesus selalu berselisih paham dengan ahli-ahli Taurat,
yang memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan keagamaan Yahudi (baca
Mat 12:22-37).
Jawaban Yesus rupanya bertentangan dengan harapan
mereka, karena Dia menolak untuk menemui mereka dan bertanya : Siapa Ibu-Ku?
Siapa saudara-saudara-Ku? (ay. 48). Mengapa Yesus berkata demikian? Apakah
Yesus tidak mau mengakui ibu dan saudara-saudara-Nya? Tentu tidak. Yesus
berbuat demikian karena bagi Yesus, kehadiran-Nya di dunia ini yang utama
adalah untuk melakukan kehendak Bapa-Nya di surga, yaitu menyampaikan kabar
baik atau injil kepada orang banyak. Yesus bukannya tidak mau mengakui
keluarga-Nya tetapi bagi Yesus, saat ini yang terpenting adalah hidup
persekutuan dengan orang-orang yang melakukan kehendak Allah. Karena itu Yesus
menunjuk murid-murid-Nya sebagai keluarga-Nya, sebagai Ibu dan
saudara-saudara-Nya (ay. 49-50). Dengan kata lain, Yesus sesungguhnya tidak
menganggap rendah pertalian darah-Nya dengan Maria dan saudara-saudara-Nya, namun
saat itu Yesus hanya tidak mau diganggu oleh mereka, sebab Yesus lebih
mementingkan hidup dalam persekutuan bersama dengan “mereka” yang senantiasa
melakukan kehendak Allah. Jadi Yesus menjawab pertanyaan-Nya sendiri, sambil
menunjuk para pengikut-Nya yang paling setia, yang berdiri dalam lingkaran di
sekitar-Nya, yaitu murid-murid-Nya.
Apa yang dapat kita pelajari dari perikop ini
dalam konteks kehidupan kita saat ini? Bahwa Yesus sedang mengajarkan kepada
kita tentang “Prioritas hidup kita” dan arti sebuah keluarga yang sejati dan
apa syaratnya menjadi anggota keluarga sejati di dalam Yesus.
1. Yesus
menyadari bahwa tujuan Ia hadir di dunia ini adalah untuk melakukan kehendak
Bapa di sorga. Karena itu, sekalipun Yesus mendapat penolakan, kritikan,
kebencian, tantangan dan hambatan dari musuh-musuh-Nya, bahkan tantangan dari
anggota keluarga-Nya, tidak membuat Ia mundur tetapi sebaliknya Ia terus
berkarya, melayani dan melakukan pekerjaan baik bagi hormat dan kemuliaan Bapa
di sorga.
Aplikasi :
Seringkali sebagai
anak-anak Tuhan, kita lebih mendahulukan kepentingan kita dari pada melakukan
kehendak Tuhan (Mis. Lebih memilih untuk menghabiskan waktu melakukan hobby atau
kesenangan kita dari pada mengikuti persekutuan atau ibadah-ibadah di gereja).
Apalagi ketika kita mau melakukan kehendak Tuhan dalam hidup ini (Misalnya
sebagai pelayan Tuhan kita diberikan tugas untuk memimpin ibadah), lalu
tantangan dan hambatan menghadang kita (hujan atau karena faktor kemalasan),
maka biasanya kita memilih untuk mundur atau tidak melakukannya. Biarlah kita
dapat belajar dari teladan yang disampaikan Yesus.
2. Bagi
Yesus, keluarga yang sejati bukan semata-mata terletak hanya pada hubungan
pertalian darah dan daging seseorang, tetapi juga dapat terjadi pada seseorang
yang benar-benar dekat dengan orang lain, yang tidak mempunyai hubungan darah
atau sedaging dengannya. Hubungan itu bisa terletak pada pengalaman bersama
seseorang dengan orang lain, memiliki minat bersama, kepatuhan bersama dan
tujuan bersama. Dan Syarat menjadi saudara Yesus adalah ketika kita mau
melakukan kehendak Bapa di Surga.
Aplikasi :
Hidup dalam sebuah
“persekutuan” dengan saudara seiman, akan menolong dan menguatkan menjalani
kehidupan ini. Karena di dalam persekutuan dengan saudara seiman, kita dapat
saling berbagi, saling mengingatkan dan saling menopang satu dengan yang lain
(Bc. Ibrani 10:25).
Renungan :
Seringkali manusia
menjalani hari hidupnya dengan melakukan sesuatu yang menurutnya dianggap penting
padahal belum tentu itu yang menjadi tujuan hidupnya. Hari-hari hidupnya
dilewati begitu saja tanpa memiliki arti dan makna, baik bagi diri sendiri
maupun orang lain. Karena itu apa yang “prioritas” jangan sampai tertukar
dengan yang “sekunder.” Menurut kita apa yang menjadi prioritas dalam hidup
ini?
Perikop bacaan hari ini menceritakan
tentang tujuan prioritas yang dimiliki Yesus yaitu melakukan kehendak Bapa di
sorga. Karena itu ketika Ia sedang melakukan pengajaran di kota Galilea dan
keluargaNya datang untuk “menjemput” Ia kembali pulang ke Nazaret, Yesus
menolaknya. Bukan Yesus tidak peduli dengan kehidupan Ibu dan
Saudara-saudara-Nya, tetapi bagi Yesus, yang terpenting saat itu adalah
melakukan kehendak Bapa di surga, yaitu membawa kabar baik bagi sesama. Dan
Yesus menunjuk murid-muridNya sebagai salah satu contoh dari keluarga
sejatinya, yang dengan setia bersama-sama denganNya memberitakan kabar baik. Yesus
lebih mementingkan hidup persekutuan bersama dengan murid-murid-Nya dan
orang-orang yang mau melakukan kehendak Bapa di sorga daripada pulang ke rumah.
Bagaimana dengan kehidupan kita? Apa
yang saat ini menjadi prioritas dalam hidup ini? Pekerjaan, materi, keluarga
ataukah melakukan apa yang Allah kehendaki yaitu melayani sesama? Melayani sesama
bukan semata-mata tugas Majelis jemaat tetapi melayani Tuhan juga adalah tugas
setiap anak-anak Tuhan. Itu adalah syarat menjadi keluarga Allah. Maukah kita
menempatkan kehendak Bapa di atas kehendak kita pribadi? Maukah kita juga untuk
senantiasa hidup dalam “persekutuan” dengan saudara seiman kita baik itu di
Gereja, di wilayah kita masing-masing atau di mana saja? Tuhan Yesus memberkati
kita semua.
Hidup
bukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.