Oleh Vic. Iston Umbu Kura Lena, S. Si-Teol
Sebuah pertanyaan dan perenungan bagi kita sekalian, khususnya sebagai Majelis Jemaat adalah : Mengapa Khotbah Harus Kreatif dan Bagaimana Berkhotbah dengan Kreatif? Salah satu faktor pendukung bagi pertumbuhan Gereja adalah melalui khotbah. Gereja hidup, tumbuh dan bersemi oleh Firman Allah yang di sampaikan melalui khotbah. Tanpa hal itu maka gereja menjadi kering dan mati. Namun di tengah dunia yang saat ini serba modern, di mana khotbah tidak lagi dibatasi hanya di perdengarkan di gereja saja atau dalam kebaktian-kebaktian gerejawi, tetapi juga dapat di saksikan atau di dengarkan melalui televisi atau radio, maka bagi sebagian orang merasa pergi ke gereja hanyalah buang-buang waktu saja, toh khotbah dapat di dengar di mana saja. Di tambah lagi khotbah yang di sampaikan di gereja seringkali dirasa kurang menarik, maka sebagian orang lebih memilih untuk tidak datang ke gereja. Apa yang terjadi jika orang Kristen semuanya berpikir demikian? Maka gereja kehilangan warga jemaatnya. Yah itu mungkin hanya pandangan sebagian orang saja. Tetapi satu hal yang pasti bahwa jemaat membutuhkan “siraman” rohani melalui khotbah. Seperti tanaman yang membutuhkan air dan cahaya untuk dapat hidup, maka gereja pun membutuhkan pengkhotbah-pengkhotbah yang kreatif sehingga jemaat Tuhan dapat terus tumbuh dan berkembang, tidak hanya dari segi kuantitatif atau jumlah semata tetapi juga dari segi kualitasnya. Dalam hal ini para pelayan Tuhan, yaitu Majelis Jemaat diharapkan dapat menyampaikan “Khotbah”yang kreatif sehingga anggota jemaat terus “disegarkan” melalui pemberitaan Firman Tuhan tersebut. Semoga pembekalan majelis jemaat saat ini, mampu menolong kita semua menjadi pengkhotbah-pengkhotbah yang kreatif.
Berkhotbah tidak sekedar menyampaikan Firman Tuhan semata tetapi bagaimana khotbah yang disampaikan itu dapat membangun warga jemaat sehingga mereka dapat mengerti dan mau melakukan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka sehari-hari. John Stott akan menolong kita untuk memahami khotbah Kristen itu seperti apa sehingga kita dapat menyusun khotbah yang kreatif tanpa menghilangkan pesan Firman Tuhan yang mau disampaikan. John Stott dalam bukunya berjudul “The Living Church” memberikan ciri-ciri khotbah Kristen yang autentik, yang pada pandangan pertama tampaknya bertentangan satu sama lain, tetapi sebenarnya saling melengkapi satu dengan yang lain.[1]
1. Alkitabiah sekaligus Kontemporer (melihat dunia masa kini)
Alkitabiah sekaligus Kontemporer artinya menghubungkan teks kuno dengan konteks modern/ konteks masa kini. Khotbah merupakan penguraian Kitab Suci yang berkaitan dengan dunia di mana kita tinggal. Khotbah harus ada relevansi dengan dunia masa kini.
KITAB SUCI - KEBUDAYAAN YANG TERUS BERUBAH (2000 THN YG LALU) - DUNIA MASA KINI.
2. Otoritatif sekaligus Tentatif.
Otoritatif sekaligus Tentantif artinya mampu membedakan antara firman yang tidak dapat salah dengan penafsiran yang dapat salah. Dalam hal ini khotbah meskipun mengandung dogma/ ajaran kristen tetapi juga berisikan hal-hal yang tidak mampu dijelaskan oleh manusia. Karena Allah belum menyingkapkan segala hal: Dia sengaja menyimpan beberapa hal agar tetap menjadi rahasia. “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya (Ul 29:29; bdk 2 Petrus 3:15-16). Calvin menulis: “Saya akan menyatakan pandangan saya dengan bebas, tetapi masing-masing harus membentuk keputusannya sendiri.” Tidak mudah memahami Firman yang tak dapat salah dan penafsiran yang dapat salah.
3. Profetis sekaligus Pastoral.
Profetis sekaligus Pastoral artinya memadukan kesetiaan dengan kelemahlembutan. Khotbah meskipun berisikan Firman Tuhan yang penuh dengan kecaman, tetapi di sisi yang lain khotbah juga harus memiliki pesan pastoral yang membangun warga jemaatnya. Khotbah yang bersifat Profetis, ketika diperhadapkan dengan dilema yang dialami oleh rasul Paulus “Haruskah aku datang kepadamu dengan cambuk atau dengan kasih dan dengan hati yang lemah lembut?” (1 Kor 4:21), maka mereka akan memilih datang dengan cambuk. Sebaliknya mereka yang berkhotbah dengan lebih menekankan sisi Pastoral, kata-kata favorit mereka adalah “toleransi” dan belas kasih.” Misalnya mereka ingat bahwa Yesus tidak menghukum wanita yang tertangkap basah berbuat zinah; demikianlah mereka berusaha untuk tidak menghakimi dalam menyampaikan khotbah. Namun, mereka lupa bahwa Yesus juga mengatakan kepada wanita pezinah itu untuk pergi dan tidak berbuat dosa lagi (Yoh. 8:1-11). Jadi khotbah tidak hanya berisi kecaman tetapi juga ajakan untuk membangun sehingga khotbah bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi pendengar tetapi juga mampu melegakan jiwa yang sesak.
4. Karunia sekaligus keahlian yang Dipelajari.
Karunia sekaligus keahlian yang Dipelajari artinya memerlukan anugrah ilahi dan disiplin diri sang pengkhotbah. Timotius adalah salah satu contoh orang yang menerima karunia “cakap mengajar” (bc. 1 Tim 4:14 dan 1 Tim 3:2). Dilain pihak, panggilah ilahi, karunia dan pengurapan tidaklah cukup. Karunia haruslah dipupuk dan dikembangkan oleh mereka yang menerimanya. Demikian hal nya juga yang terjadi terhadap Timotius dimana ia disemangati dan didorong untuk tidak melalaikan karunianya, malahan harus mengobarkannya (2 Tim 1:6).
5. Pemikiran Mendalam sekaligus Penuh Perasaan.
Pemikiran Mendalam sekaligus Penuh Perasaan artinya membiarkan hati menyala saat Kristus membuka makna Kitab Suci bagi kita namun disisi yang lain penuh perasaan sehingga menyadarkan orang lain. Budi dan emosi keduanya terlibat; pemikiran yang jernih dan perasaan yang mendalam digabungkan.
Setelah memahami ciri-ciri khotbah Kristen yang autentik tersebut, barulah kita dapat menyusun kerangka khotbah yang sistematis. Ibaratnya sebelum seorang tukang jahit menjahit pakaian pelanggannya, tentu ia terlebih dahulu melihat siapa pelanggannya, lalu mengukurnya berdasarkan ciri-cirinya, baru sesudah itu ia dapat membuat pakaian yang”sesuai” dengan yang dibutuhkan oleh pelanggan tersebut. Demikian juga hal nya dalam berkhotbah. Setelah kita mengetahui siapa pendengar khotbah kita dan mampu mengenal ciri-ciri khotbah Kristen, barulah kita dapat menyusun kerangka khotbah yang baik.
Adapun kerangka berkhotbah terdiri dari :
PENDAHULUAN
ISI
PENUTUP
(BAHAN PEMBEKALAN MAJELIS JEMAAT GKS PONDOK
KAPALAS, 25 MARET 2015)
[1] John Stott, The Living Church (PT. BPK Gunung Mulia, 2008), hal. 89-104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.